Sukses

Sharp Targetkan Penjualan Kulkas Tembus 1,3 Juta Unit di Tahun Ini

Sharp Indonesia menargetkan penjualan kulkas sebanyak 1,3 juta unit sepanjang 2018

Liputan6.com, Jakarta - Sharp Indonesia menargetkan penjualan kulkas sebanyak 1,3 juta unit sepanjang 2018. Target ini naik 300 ribu unit kulkas dibanding realisasi tahun lalu yang menjual 1 juta unit. 

Domestic National Sales Senior General Manager Sharp Electronics Indonesia, Andri Adi Utomo mencatat, hingga kuartal I-2018, penjualan kulkas perusahaan mencapai 250 ribu unit. Sayangnya dia tidak merinci nilai penjualan yang dibukukan perusahaan. 

"Secara kuantitas, kita menjual 1 juta unit untuk lemari es di 2017," ungkapnya di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Dia mengaku, perusahaan belum puas dengan kinerja tersebut. Karena itu penjualan dan berbagai strategi pemasaran bakal digenjot. Salah satunya dengan meminta sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Kita selalu coba mencari strategi marketing baru. Tahun ini, kita targetkan 1,2 juta sampai 1,3 juta unit kulkas yang terjual," kata Andri. 

Di tahun ini, perusahaan mengantongi sertifikasi halal internasional (Cerol-SS23000) dengan status A yang dikeluarkan oleh MUI, khususnya untuk kategori produk lemari es dan freezer yang diproduksi dalam negeri.

Andri mengatakan, dengan mengantongi sertifikat halal, Sharp Indonesia menjadi produsen barang elektronik pertama yang memiliki sertifikat halal untuk produk lemari es.

"Lemari es menjadi produk pertama yang kami memiliki sertifikat halal. Ini karena lemari es merupakan salah satu produk elektronik yang bersentuhan langsung dengan makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat," tutur dia.

 

Reporter : Wilfridus Setu Embu

Sumber : Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Pengusaha Khawatir Cukai Plastik Matikan Industri Daur Ulang

Upaya pemerintah menerapkan cukai plastik dinilai tidak efektif untuk mengurangi sampah plastik oleh masyarakat. Kebijakan ini justru dikhawatirkan akan mematikan industri daur ulang di dalam negeri.

Wakil Ketua Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas), Edi Rivai mengatakan,‎ inti masalah sampah di Indonesia adalah masih belum ada tata kelola sampah yang terstruktur dan terencana dengan baik. Selain itu, lemahnya pemahaman soal pengelolaan sampah yang utuh justru tidak mendapatkan porsi pembahasan memadai.

"Sehingga memicu lahirnya berbagai kebijakan praktis yang tidak tepat sasaran dan hanya akan semakin membebani pelaku industri dan masyarakat," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, pada 2 Mei 2018. 

Padahal, lanjut dia, plastik kemasan bekas pakai jika dikelola masih dapat digunakan kembali menjadi produk lainnya dengan cara di daur ulang.

"Pemerintah pun bisa menggandeng swasta untuk fokus dalam pengelolaan sampah dalam negeri mulai dari pemilahan sampah sejak awal di tingkat rumah tangga sehingga dapat menaikkan tingkat daur ulang plastik dan tidak berakhir di TPA dan lingkungan menjadi lebih bersih," kata dia.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) Christine Halim menyatakan, kebijakan penarikan cukai untuk kemasan plastik justru akan merugikan industri daur ulang. Pengenaan cukai pada kemasan plastik, juga akan berdampak pada peningkatan harga sampah plastik.

"Akibatnya, ada sekitar 300 lebih pelaku Industri daur ulang yang tergabung dalam ADUPI terancam menutup usahanya karena tidak dapat bersaing dikarenakan cost yang dikeluarkan sudah tidak sesuai," ungkap dia.

Menurut Christine, pungutan cukai tersebut akan memperlemah kemajuan industri plastik dan daur ulang plastik hingga industri pendukungnya. Hal tersebut sangat kontra produktif terhadap usaha pemerintah dalam mendukung pertumbuhan industri manufaktur dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

“Dengan adanya pungutan cukai terhadap semua produk yang menggunakan kemasan plastik oleh Menteri Keuangan, akan dapat mematikan usaha plastik dan daur ulang plastik,” tandas dia.

Video Terkini