Sukses

YLKI: Ancaman Mogok Kerja Pilot dan Karyawan Garuda, Jangan Sampai Ganggu Pelayanan

YLKI mengimbau agar masalah ancaman mogok kerja pilot dan karyawan Garuda Indonesia jangan sampai mengganggu pelayanan terhadap konsumen.

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ikut menyoroti konflik yang terjadi di manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Hal ini menyusul ancaman aksi mogok ‎oleh ‎Asosiasi Pilot Garuda (APG) bersama Serikat Karyawan Garuda (Sekarga).

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengimbau agar masalah yang sedang terjadi di internal Garuda Indonesia tidak berdampak pada pelayanan terhadap konsumen. Masalah yang dimaksud adalah ancaman mogok dari pilot serta karyawan yang diiringi dengan tuntutan untuk mengganti direksi dengan orang yang lebih paham tentang dunia penerbangan.

"Kalau sampai mogok (kerja), berarti pilot akan berhadapan dengan konsumen. YLKI tidak endorse untuk mogok pilot," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi kepada wartawan, Jumat (4/5/2018).

Tuntutan para pilot dan karyawan di Garuda Indonesia pada dasarnya merupakan hak mereka sebagai pekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Namun, Tulus mendorong agar dalam menuntut hak mereka, tidak sampai melanggar hak pihak lain, yakni hak konsumen.

Tulus menilai aksi mogok kerja para pilot sebagai hal yang jauh dari substansi profesi tersebut. Dia mendorong agar para pilot dan karyawan Garuda Indonesia bisa mengambil langkah selain mogok kerja yang dampaknya akan meluas ke berbagai hal.

"Mogok kerja bisa menjadi inkonsistensi dalam profesi pilot," tutur Tulus.

 

2 dari 3 halaman

Karyawan dan Pilot Kompak Mogok

Karyawan beserta pilot dan awak pesawat Garuda Indonesia yang tergabung dalam Serikat Bersama (Sekber) mengancam melakukan mogok. Ini merupakan langkah terakhir jika pemerintah dan pemegang saham tidak mengabulkan tuntutan Sekber.

‎Ketua Umum Serikat Karyawan Garuda Indonesia Ahmad Irfan Nasution mengatakan, hal ini didasari kebijakan direksi yang saat ini dinilai gagal, sehingga membuat maskapai penebangan pelat merah tersebut terpuruk.

"Kami memintanya bukan kepada manajemen tapi ke pemerintah dan pemegang saham. Intinya mogok bukan tujuan kami kami cinta dengan perusahaan ini," kata Irfan.

Aksi mogok dikatakan akan dilakukan seluruh karyawan dan pilot Garuda Indonesia untuk semua rute penerbangan. Dampak atas aksi tersebut sudah dipertimbangkan, jika hal tersebut dilakukan, maka secara‎ otomatis pelayanan dan penerbangan terhenti.

Namun dia mengaku belum bisa menyebutkan rencana aksi mogok berlangsung. Namun, dipastikan akan ada infomasi terlebih dahulu.

Menurut Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia Bintang Hardiono, sesuai Undang-Undang setiap pekerja berhak melakukan mogok. Dia juga membantah jika aksi mogok karyawan tak memperhatikan pelayanan kepada penumpang. Aksi mogok baru dilakukan bila tuntutan mereka tidak dikabulkan.

‎"Mogok itu terakhir, karena kita dilindungi Undang-Undang, Intinya kita selama ini hanya teriak ke pemerintah pemegan saham," ucapnya.

Dia menuturkan, aksi mogok antara lain dilatarbelakangi menurunnya kinerja perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya tingkat ketepatan dari 89,51 persen pada 2016 menjadi 86,4 persen pada 2017.

 

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

Kemudian anjloknya harga saham Garuda Indonesia per 25 April ke posisi Rp 292, dari sebelumnya sebelumnya Rp 338 di kuartal 4 tahun lalu.

Kegagalan manajemen, disebutkan terjadi akibat beberapa hal, di antaranya perubahan sistem penjadwalan kru yang diimplementasikan pada November 2017, sehingga menyebabkan sejumlah penerbangan terlambat dan tertunda. Kondisi ini masih terus terjadi sampai sekarang.

Sebab lain terkait keberadaan direktur kargo. Karyawan menilai hal tersebut merupakan pemborosan, karena Garuda tidak memiliki pesawat yang khusus melayani penerbangan kargo.

Selanjutnya, demi menjaga keberlangsungan bisnis Garuda Indonesia dengan tetap berkomitmen menjaga keselamatan penerbangan dan memberikan pelayanan terbaik, Sekber mengajukan tuntutan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham.

Tuntutan tersebut adalah merestrukturisasi jumlah direksi Garuda Indonesia dari delapan menjadi enam orang sesuai pedoman peraturan penerbangan Sipil Republik Indonesia.

Kemudian, melakukan pergantian direksi dengan mengutamakan profesionalisme. Direksi dinilai sebaiknya yang berasal dari int‎ernal Garuda Indonesia, karena lebih memahami permasalahan yang terjadi di perusahaan.