Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menghadiri panen raya kopi dan temu wicara pelaku usaha kopi di Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (8/5). Airlangga yang mengenakan batik kuning itu disambut dengan sumringah oleh para petani dan pelaku usaha kopi di sana.
Airlangga mengatakan, sektor industri pengolahan kopi ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap devisa negara. Nilai ekspornya mencapai US$469,4 juta atau Rp6,7 triliun pada 2017. Jumlah tersebut naik 10 persen dibanding tahun sebelumnya.
"Kementerian Perindustrian terus aktif mendorong pengembangan industri pengolahan kopi di seluruh Indonesia agar semakin meningkatkan nilai tambahnya sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," kata Airlangga.
Advertisement
Menurut Airlangga, ekspor produk kopi olahan dalam negeri didominasi oleh kopi instan, ekstrak, esens dan konsentrat kopi yang tersebar ke bebarapa negara tujuan ekspor utamanya di ASEAN, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Kinerja ekspor kopi olahan yang positif tersebut lantaran beberapa faktor seperti peningkatan produktivitas di sektor industri dan naiknya harga komoditas. "Oleh karena itu, kami gencar mendongkrak daya saing industri pengolahan kopi nasional supaya lebih kompetitif di kancah global," ucap dia.
Apalagi Indonesia adalah negara penghasil biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia. Ini menjadi potensi pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri.
Produksi kopi Indonesia sebesar 639 ribu ton tahun 2017 atau 8 persen dari produksi kopi dunia dengan komposisi 72,84 persen merupakan kopi jenis robusta dan 27,16 persen kopi jenis arabika.
Di samping itu, Indonesia juga memiliki berbagai jenis specialty coffee yang dikenal di dunia, termasuk kopi luwak dengan rasa dan aroma khas sesuai indikasi geografis yang menjadi keunggulan Indonesia.
Hingga saat ini, sudah terdaftar sebanyak 22 Indikasi Geografis untuk kopi Indonesia, di antaranya Kopi Arabika Gayo, Kopi Arabika Toraja, Kopi Robusta Pupuan Bali, Kopi Arabika Sumatera Koerintji, Kopi Liberika Tungkal Jambi dan Kopi Liberika Rangsang Meranti.
"Kami pun mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Temanggung, karena sudah ada dua Indikasi Geografis untuk kopi dari Temanggung yang telah terdaftar, yaitu Kopi Arabika Jawa Sindoro-Sumbing dan Kopi Robusta Temanggung," tutur Airlangga.
Guna memacu pengembangan industri pengolahan kopi di Temanggung, Kemenperin telah memberikan bantuan mesin dan peralatan untuk pascapanen kopi sejak tahun 2015, di antaranya mesin pengupas kulit buah kopi, mesin sortasi biji kopi, mesin sangrai kopi, mesin pembubuk kopi, dan mesin Espresso kopi.
"Bantuan itu diharapkan menunjang kualitas pengolahan kopi dalam tiap rantai nilainya, sehingga kopi Temanggung dapat berkembang dan mendapatkan nama di dunia internasional," ujar Airlangga.
Lepas ekspor gula semut
Airlangga juga melakukan kunjungan ke Kabupaten Purworejo. Di sana, dia melakukan pelepasan ekspor gula semut, salah satu komoditas andalan di kabupaten tersebut. Industri gula semut atau gula merah bubuk di dalam negeri mampu menghasilkan produk yang diminati pasar internasional. Hal ini dibuktikan dari permintaan ekspor gula semut yang terus meningkat.
"Ekspor gula semut ini memiliki potensi yang bagus untuk mendorong perekonomian kita. Terlebih lagi, seperti di Purworejo ini memiliki sumber bahan baku yang cukup banyak berupa pohon kelapa atau pohon aren," kata Airlangga.
Kementerian Perindustrian mencatat, Kabupaten Purworejo merupakan salah satu daerah pelopor penghasil gula semut di Jawa Tengah. Pengelolaannya dilakukan oleh Koperasi Wanita Srikandi dengan perkiraan produksi sebanyak 75 ton per bulan.
Meski pengolahannya masih banyak dilakukan secara konvensional, namun produk gula semut telah diekspor ke beberapa negara seperti Amerika, Eropa, Sri Lanka, Australia dan Jepang.
Permintaan ekspor ini tidak terlepas dari usaha para produsen gula semut di dalam negeri untuk semakin meningkatkan produktivitas dan menjaga kualitas produknya.
"Gula semut ini juga dibutuhkan banyak di Indonesia, terutama untuk bahan baku pembuatan kecap manis. Jadi, selama masih ada gado-gado atau sate, gula semut pasti terus dibutuhkan," tutur Airlangga.
Reporter: Rohimat Nurbaya
Sumber: Merdeka.com
Â
Â
Advertisement