Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) menerima delegasi parlemen Uni Eropa. Dalam pertemuan tersebut, JK bersama delegasi parlemen Uni Eropa David Mc Allister sebagai Ketua Komite Foreign Affairs Committee (AFET) dan Warner Langen, Chairman of Delegation for Relations with the Countries of Southeast Asia and ASEAN (DASE) membicarakan soal ekspor minyak sawit mentah atau CPO Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, JK berharap bisa bekerja sama dengan baik bersama Uni Eropa. JK menjelaskan, ada beberapa masalah yang kurang tepat. Salah satunya, pembatasan ekspor CPO Indonesia oleh Uni Eropa sehingga harus dihindari.
Advertisement
Baca Juga
"Seperti masalah palm oil (CPO), jangan dianggap itu sebagai komoditas, tapi harus mempekerjakan jutaan orang. Kalau itu terjadi masalah (penghentian ekspor). Ini bisa menimbulkan kemiskinan," kata JK di kantornya, Rabu (9/5/2018).
Tidak hanya itu, JK juga berharap kepada Uni Eropa agar ekspor CPO bisa dilihat dari sisi yang berbeda, yakni kesejahteraan seluruh masyarakat di dunia. Itu karena kata JK, hal tersebut tergantung pada perdanganan minyak sawit.
"Padahal semua negara ingin SDGs (Sustainable Development Goals), maka akan merusak program SDGs," tegas JK.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menjelaskan dalam pertemuan tersebut juga membahas terkait SDG's dan minyak sawit.
"Tentunya kita bicara mengenai SDG's dan palm oil jadi palm oil kita letakkan dalam konteks implementasi sustainable development goals, terutama kaitannya adalah elemen untuk poverty alleviation," kata Retno.
Oleh karena itu, dalam hal tersebut, Retno menambahkan, masih ada beberapa proses. Maka dari itu, pihak Uni Eropa belum memberikan kepastian.
"Jadi message-nya sudah jelas kepada parlemen Uni Eropa. Proses untuk pengambilan proses legislasi, kan tak hanya dilakukan oleh parlemen, jadi draf resolusi parlemen belum dapat diimplementasikan karena ada proses lain yang harus dilakukan," papar Retno.
Â
Reporter :Â Intan Umbari Prihatin
Sumber : Merdeka.com
Bertemu Dubes Uni Eropa, Jokowi Kembali Singgung Isu Kelapa Sawit
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima Surat Kepercayaan dari 11 Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Designate Resident dan Designate Non-Resident untuk RI di Istana Merdeka, Jakarta.
Ke-11 Dubes tersebut berasal dari negara Teluk (Bahrain), Uni Eropa (Rusia, Georgia, Latvia dan Polandia), Asia (Korea Selatan, Australia dan Fiji) dan Benua Afrika (Uganda, Gambia, dan Ivory Coast).
Menteri Luar Negeri, Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan, usai penyerahan surat kepercayaan, Jokowi dan para dubes membahas kerja sama ekonomi.
"Dalam pembicaraan satu per satu para dubes dengan presiden secara umum disampaikan bahwa kerja sama ekonomi dengan semua negara menjadi prioritas bagi Indonesia," ujar Retno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada 4 April 2018.Â
Khusus dengan para dubes dari Uni Eropa, kata Retno, Jokowi menekankan pentingnya kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan kedua negara. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga meminta agar Uni Eropa memperhatikan kembali resolusi sawit.
"Indonesia meminta kembali perhatian mengenai masalah kelapa sawit," ucapnya.
Terhadap Dubes Rusia, Jokowi berharap kerja sama di sektor perdagangan kedua negara terus ditingkatkan. Saat ini angka perdagangan Indonesia ke Rusia hanya sekitar 2 sampai 3 miliar, ke depan ditargetkan menyentuh 5 miliar.
"Dalam pertemuan kita sampaikan proposal untuk negosiasi eurasian di mana Rusia menjadi negara anggota. Kami sampaikan agar Rusia terus dukung Indonesia dalam rangka pengembangan ekonomi dengan Eurasian Economic Union (EAEU)," jelas Retno.
Sementara dengan Korea Selatan, Jokowi menekankan pada ekselerasi industri. "Presiden minta fokus akselerasi ini dilanjutkan jadi fokus kerja sama," pungkas Retno.
Sebelumnya, negara penghasil kelapa sawit masing-masing Malaysia, Indonesia, dan Thailand mengancam akan membalas Uni Eropa (UE) jika terus mendiskriminasi dan menyerang industri minyak sawit dengan mengeluarkan komoditas tersebut dari program biodieselnya.
Advertisement