Sukses

Genjot Ekspor, Menkeu Siapkan Insentif bagi Industri

Menkeu Sri Mulyani menegaskan, harus membuat ekspor maju secepat kenaikan impor.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan akan menaikkan kinerja ekspor nasional demi menyeimbangkan impor. Salah satu langkahnya melalui penguatan industri yang berorientasi mengirimkan hasil produksinya ke luar negeri.
 
Dia menegaskan, kunci pemerintah sekarang memang harus membuat ekspor maju secepat kenaikan impor.
 
"Inilah yang sedang difokuskan oleh pemerintah. Investasi tetap tinggi agar growth tinggi, tapi juga harus dipacu dan diikutsertakan ekspor growth yang sama tingginya," jelasnya di Kementerian Keuangan, seperti ditulis Kamis (10/5/2018).
 
 
Lebih lanjut, ia pun menerangkan soal kegiatan ekspor negara yang baru separuhnya dari impor. Itu akan jadi salah satu penghambat apabila perekonomian Indonesia masih ingin tumbuh tinggi.
 
"Jadi kita sekarang harus membuat struktur ekonomi jauh lebih kuat, dengan menciptakan industri yang bisa mem-produce bahan baku dan bahan capital. Saya, kita tidak terlalu bergantung, maka proses industrialisasi boleh diteruskan, dan ekspor kita harus dipacu," ungkap dia.
 
Demi memacu ekspor dan investasi di sektor tersebut, Sri Mulyani mengatakan bahwa dia bakal menyampaikan berbagai paket kebijakan dalam sidang kabinet pada pekan ini.
 
Tak hanya itu, dia pun telah menyiapkan insentif untuk bisa mendorong kinerja ekspor. Insentif itu akan diberikan kepada sektor industri yang punya orientasi ke arah ekspor.
 
"Insentif yang  dimaksud sama halnya dengan yang selama ini kita buat, seperti (tax) allowance, (tax) holiday. Kita akan finalkan insentif yang akan kita tuju untuk exportir oriented industry, maupun yang sifatnya labour intensif," tutur dia.
2 dari 2 halaman

Morgan Stanley: Ekonomi RI Bakal Pulih Secara Bertahap

Lembaga keuangan Morgan Stanley merilis riset terbaru mengenai ekonomi Indonesia. Dalam laporan itu menyebutkan, ekonomi Indonesia akan pulih secara bertahap meski produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal I 2018 turun.

Riset berjudul "Export Moderation plus Improving Domestic Demand Puts 1Q2018 at 5,1%" yang disusun oleh ekonom Deyi Tan dan Zac Su menyebutkan, PDB Indonesia pada kuartal I 2018 bergerak turun seiring moderat ekspor.

Hal itu mengakibatkan permintaan domestik meningkat. Namun, PDB 5,1 persen ini tak sesuai dengan perkiraan Morgan Stanley. Bahkan sedikit di bawah harapan konsensus 5,2 persen secara year on year (YoY).

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,06 persen di kuartal I-2018 (year on year). Capaian ini lebih tinggi dibanding kuartal I-2017 yang sebesar 5,01 persen.

"Secara keseluruhan, dari sisi permintaan, permintaan domestik terus menunjukkan peningkatan lebih lanjut dan memberikan kontribusi 5,9 persen ke basis pertumbuhannya," tertulis pada riset Morgan Stanley, seperti dikutip pada Rabu (9/5/2018).

Di sisi ekternal, ekspor termoderasi menjadi 6,2 persen YoY dibandingkan kuartal IV 2017 sebesar 8,5 persen. Sementara impor meningkat ke 12,7 persen YoY ketimbang kuartal IV 2017 sebesar 11,8 persen YoY.

"Akibatnya, permintaan eksternal bersih memangkas basis pertumbuhannya sebesar minus 1,1 persen ketimbang kuartal IV 2017 minus 0,06 persen. Sedangkan selisih perhitungan statis juga memberikan kontribusi 0,3 persen kepada basis pertumbuhannya", seperti ditulis dari riset Morgan Stanley.

Sementara dari segi penawaran, momentum sekto tersier sedikit menurun. Sementara pertumbuhan sektor primer pulih dan sektor sekunder tetap stabil. Secara khusus, momentum sektor primer meningkat menjadi 2,2 persen YoY karena baik pertanian yang tumbuh 3,1 persen YoY maupun penambangan dan penggalian masing-masing 0,7 persen dan 0,1 persen mengalami pertumbuhan lebih baik.

Sementara itu, sektor sekunder tetap stabil dengan momentum manufaktur stabil. Selain itu, momentum konstruksi meningkat. Secara khusus, layanan sub-segmen yang mengalami moderasi antara lain sub-segmen informasi dan komunikasi, real estate, layanan bisnis, administrasi publik, pendidikan dan layanan kesehatan.

Morgan Stanley melihat risiko penurunan terhadap pertumbuhan PDB 2018-2019 mencapai 5,4 persen atau 5,5 persen. Meski, Morgan Stanley tetap melihat Indonesia akan mengalami pemulihan ekonomi secara bertahap.

Â