Sukses

Rupiah Tertekan, PLN Tak Naikkan Tarif Listrik

Nilai tukar rupiah menjadi salah satu tiga komponen pembentuk tarif listrik, selain inflasi dan harga minyak dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprapteka, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan membebani kinerja perseroan.

Hal ini mengingat nilai tukar rupiah merupakan salah satu dari tiga komponen pembentuk tarif listrik, selain inflasi dan harga minyak dunia.

"Kalau nilai tukar sekarang itu ada pelemahan, jadi Rp 14.000 tentu ini kita tahu bahwa income PLN  dari rupiah, expenditure banyak juga USD (dolar Amerika Serikat). Jadi secara langsung itu cukup membebani PLN, ujar dia di sela-sela acara peringatan "45 tahun YLKI", di Hotel Kaisar, Jakarta, Jumat (11/5/2018).

Namun, dia menegaskan pihaknya akan tetap menjalankan kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif dasar listrik hingga 2019. "Pemerintah menerapkan tarif adjustment, tidak ada kenaikan tarif listrik saat ini,” ujar dia.

"Yang penting masyarakat tahu, pemerintah paham. Kita jalankan sesuai dengan mandat dari pemerintah agar harga listrik bisa terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat," kata dia.

Untuk menghadapi fluktuasi nilai tukar rupiah ini, kata dia, PLN terus menjalankan program efisiensi. "Sebagaimana pernah kami sampaikan, melakukan berbagai upaya untuk melakukan subtitusi energi primer yang bisa diganti. Artinya kami mengacu pada harga energi primer yang paling murah. Yang saat ini mudah didapat dan sebagainya. Dari sana kami dapat menjaga keseimbangan efisiensi yang kami lakukan," kata dia.

Selain itu, PLN akan berusaha meningkatkan penjualan listrik, melalui program sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan penggunaan listrik.

"Sekarang kami sudah ada listrik, kapasitas cukup. Kami harus melakukan program-program penjualan baik tambah daya, baik pertambahan jumlah pelanggan, baik upaya sosialisasikan program-program terkait dengan kebiasaan masyarakat agar lebih banyak menggunakan listrik, baik itu vehicle, dan lain-lain yang bertenaga listrik, karena selain hemat tapi juga aman," ujar Made.

Ia menambahkan, upaya tersebut dilakukan sehingga genjot penjualan. Hal itu dapat sedikit mengatasi persoalan karena penguatan dolar Amerika Serikat.

 

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

 Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Meski Menguat, Rupiah Masih di Kisaran 14.000 per Dolar AS

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Jumat pagi ini. Namun, nilai tukar rupiah masih berada di kisaran 14.000 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, Jumat, 11 Mei 2018, rupiah dibuka di angka 14.028 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.084 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.023 per dolar AS hingga 14.060 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mengalami pelemahan 3,73 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.048 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan pada tanggal 9 Mei 2018 yang ada di angka 14.074 per dolar AS.

Research Analyst FXTM Lukman Otunuga menjelaskan, mata uang negara berkembang memang terus terpukul karena adanya apresiasi dari dolar AS. Risiko geopolitik yang terus menguat membuat dolar AS mengalami penguatan.

Pada pekan ini, rupiah sempat menyentuh ke level terendah sejak Desember 2015 yaitu di 14.085 per dolar AS walaupun Bank Indonesia telah mengintervensi untuk mempertahankan rupiah.

"Rupiah masih berisiko semakin turun, terutama karena dolar AS diperkirakan dapat terus menguat didukung oleh ekspektasi kenaikan suku bunga AS," ujar dia.

Pelaku pasar akan terus mengamati bagaimana nilai tukar rupiah bereaksi di atas level psikologis aitu 14.000 per dolar AS.