Liputan6.com, Jakarta - PT Pupuk Indonesia (Persero) akan membangun pabrik NPK dengan total kapasitas sebesar 2,4 juta ton. Rencananya, pabrik-pabrik NPK tersebut dibangun dan dioperasikan oleh PT Pupuk Iskandar Muda (Lhoksemauwe), PT Pusri Palembang, PT Pupuk Kujang, dan PT Pupuk Kaltim, yang ditargetkan beroperasi pada 2018-2025.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat mengatakan, dengan rencana pembangun tersebut, Pupuk Indonesia optimistis industri pupuk dan petrokimia mempunyai prospek yang baik ke depan, di mana kebutuhan pupuk NPK, akan terus meningkat.
Advertisement
Baca Juga
"Saat ini Pupuk Indonesia grup memiliki pabrik pupuk NPK dengan kapasitas 3,1 juta ton per tahun dan akan dikembangkan hingga 5,4 juta ton sampai 2025," kata Aas dalam sambutannya di Palembang, Jumat (11/5/2018).
Aas mengatakan sebetulnya potensi pasar NPK di dalam negeri masih cukup besar, terutama untuk sektor perkebunan. Namun, yang terjadi saat ini diperkirakan masih terdapat kekurangan pasokan NPK domestik sekitar 3,9 juta ton, dari total kebutuhan nasional 11,1 juta ton.
Dengan demikian, lanjut Aas, penambahan kapasitas pabrik ini, bukan hanya mengamankan kebutuhan dalam negeri, tapi juga semakin menunjang program ketahanan pangan. Karena menurutnya, penggunaan pupuk NPK terbukti dapat meningkatkan produktivitas pertanian maupun komoditas perkebunan.
"Dan yang terpenting, mampu meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan hasil panennya," kata Aas.
Untuk diketahui, pada kesempatan ini juga dilaksanakan peresmian pabrik Pusri 2B yang merupakan salah satu bagian dari program revitalisasi industri pupuk. Pabrik ini akan menggantikan pabrik Pusri II yang sudah tua dan boros konsumsi gasnya. Kapasitas produksi Pusri 2B adalah 907.500 ton urea per tahun dan 660.000 ton amoniak per tahun.
Â
Reporter :Â Dwi Aditya Putra
Sumber : Merdeka.com
Pembentukan Holding BUMN Migas Mampu Tekan Harga Gas
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yakin bahwa pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor minyak dan gas bumi (migas) mampu menekan harga gas yang sangat dibutuhkan oleh industri nasional.
Dengan harga gas yang terjangkau, pelaku industri yang banyak mengonsumsi gas akan mampu meningkatkan utilisasi pabrik dan menjual lebih banyak lagi ke pasar ekspor.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menjelaskan, holding BUMN migas yang menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) ke tubuh PT Pertamina (Persero) sebagai holding, dilanjutkan dengan peleburan PT Pertamina Gas (Pertagas) ke tubuh PGN sebagai subholding yang mengurus bisnis gas Pertamina sebagai bentuk insentif bagi industri pengguna gas.
Dia menilai harga gas bumi yang disalurkan melalui pipa bisa lebih terjangkau karena adanya integrasi aset pipa milik Pertagas dan PGN.
Biaya operasional milik kedua perusahaan yang melebur menjadi satu pun bisa dihemat, serta anggaran investasi keduanya bisa dengan efektif digunakan karena tidak ada duplikasi pembangunan infrastruktur pipa distribusi dan transmisi ke depannya.
"Holding migas itu insentif. Nah, holding migas ini bisa membantu memperbaiki harga gas dari sisi hilir yang tentunya sangat bermanfaat bagi pelaku industri," ungkapnya dalam workshop yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Industri (Forwin) di Bogor, Jawa Barat, Jumat pada 27 April 2018.Â
Dia menambahkan, usai pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, pelaku industri yang dijanjikan bisa membeli gas dengan harga USD 6 per MMBTU sontak bersorak girang.
Tujuh sektor industri yang dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa mendapat harga gas rendah itu adalah industri pupuk, baja, petrokimia, oleochemical, keramik, sarung tangan, dan industri kaca. Namun, sampai akhir tahun lalu, baru ada delapan perusahaan yang bergerak di industri baja, pupuk, dan petrokimia yang sudah menikmatinya.
Delapan perusahaan yang bisa mendapatkan gas kurang dari USD 6 per MMBTU itu adalah PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Petrokimia Gresik, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), PT Kaltim Parna Industri, dan PT Kaltim Methanol Industri.
"Sebagian besar itu perusahaan milik negara, yang swasta malah belum dapat harga gas murah. Tahun lalu Kemenperin sudah merekomendasikan 86 perusahaan dapat insentif harga gas, tetapi sampai sekarang masih dalam tahap diskusi di Kementerian ESDM," tandas Achmad.
Â
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber:Â Merdeka.com
Advertisement