Sukses

Rapat dengan Komisi VII, Dirjen Minerba Laporkan soal Smelter hingga DMO Batu Bara

Rapat yang dimulai pukul 13.00 ini membicarakan beberapa poin di sektor mineral dan batu bara. Turut hadir dalam RDP ini pimpinan perusahaan pertambangan.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono, menjalani Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Rapat yang dimulai pukul 13.00 ini membicarakan beberapa poin di sektor mineral dan batubara. Turut hadir dalam RDP ini pimpinan perusahaan pertambangan.

"Ada beberapa poin yang ingin kami sampaikan, pertama terkait tindak lanjut terhadap IUP dan KK terminasi," ungkap Bambang di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Sidang yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII, Eni Maulani Saragih ini juga membahas terkait evaluasi kuota ekspor mineral dan batu bara.

Selain itu, Bambang juga menyampaikan hasil evaluasi pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) oleh perusahaan sektor pertambangan.

"Juga kami laporkan realisasi DMO (Domestic Market Obligation) dengan harga 70 USD," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Kementerian ESDM Optimistis Pengusaha Tetap Bangun Smelter Nikel

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis pengusaha tetap membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) jenis nikel meski saat ini harganya menurun.

Hal itu seperti disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang‎ Gatot. Seperti diketahui, saat ini harga nikel berada di level USD 14 ribu per metrik ton.  Harga nikel turun 3,4 persen menjadi USD 14.320 per metrik ton di bursa London Metal Exchange pada pekan lalu.

"Masih (masih meminati pembangunan smelter nikel)," kata Bambang, di Kantor Kementerian ESDM‎, Jakarta, Senin (30/4/2018).

Bambang menuturkan, optimisme itu dilatarbelakangi saat harga nikel di level US$ 11 ribu per metrik ton, tetapi investor tetap membangun smelter nikel. ‎"Kemarin yang USD 11 ribu masih pada bangun terus," tutur Bambang.