Liputan6.com, Amsterdam - Gillian Tans mengenakan atasan warna hitam yang dipadu rok lipit panjang berwarna krem. Rambutnya diikat, tak terlihat jejak dandanan di wajahnya.
"Tadi rok saya tersangkut di rantai sepeda, mungkin ada noda hitam di sini," kata dia kepada sejumlah koleganya kantor pusat Booking.com, Amsterdam, Kamis 24 Mei 2018 waktu setempat.
Setiap hari, perempuan itu naik sepeda dari rumahnya menuju kantornya yang berada tak jauh dari alun-alun Rembrandtplein yang ikonik. Kendaraan roda dua itu memang jadi alat transportasi favorit warga Belanda, sebenarnya, tak ada yang aneh dengan itu.
Advertisement
Pada jam makan siang, ia bergabung dengan para karyawan lain, menyantap hidangan yang disiapkan para koki di kantin yang disubsidi perusahaan.
Cukup membayar sekitar 2 euro untuk makanan yang diambil secara prasmanan, dan hanya sekitar 5 sen untuk membeli secangkir kopi atau satu macam penganan.
Orang awam bisa jadi mengira, perempuan dengan pembawaan tenang dan murah senyum itu adalah salah satu pegawai Booking.com, perusahaan e-commerce perjalanan terbesar di dunia yang memang lahir di Amsterdam, Belanda.
Tapi penampilan bisa menipu. Tans sejatinya adalah bos di perusahaan raksasa itu. Ia menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) Booking.com. Perempuan 47 tahun itu bahkan menjadi salah satu CEO dengan bayaran termahal di travel industry.
Saat bergabung dengan Booking.com pada 2002, perusahaan itu masih terhitung start up kecil.
Namun 16 tahun kemudian, di bawah kepemimpinannya, Booking.com menjelma menjadi perusahaan raksasa dengan lebih dari 17 ribu karyawan dan kantor di 198 negara di seluruh dunia.
"Kami bukan hanya perusahaan teknologi, namun kami sangat memperhatikan apa yang diinginkan pelanggan," kata dia.
Tans menambahkan, perusahaannya ingin memastikan pihaknya memahami kebutuhan para pelanggan. Untuk itulah, ia mempekerjakan sekitar 2.000 spesialis di bidang teknologi untuk mengembangkan produk (product development) menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Belakangan, perusahaan mengembangkan layanan pelanggan yang memahami 42 bahasa.
Layanan pelanggan menggunakan AI diyakini akan menghapus salah satu hambatan utama yang dihadapi para wisatawan: komunikasi.
Booking.com juga melakukan banyak AB testing untuk mengetahui apa sebenarnya diinginkan para pelanggan, tentang apa yang mereka sukai, hingga warna dan teks yang digunakan dalam situs atau aplikasi.
"Akomodasi adalah salah satu hal paling krusial dan rumit dalam sebuah perjalanan, itu mengapa Booking.com banyak mengeluarkan investasi untuk itu," tambah dia.
Sementara itu, di tataran internal, Gillian Tans berniat membangun budaya perusahaan yang terbuka, egaliter. Kabarnya, ia tak punya ruangan kerja khusus yang mewah di 10 gedung Booking.com yang ada di Amsterdam.
Ia juga punya misi untuk mendorong keberagaman di perusahaannya. "Karyawan kami punya 130 kewarganegaraan, 100 di antaranya ada di sini, di Amsterdam," kata dia.
Tak hanya itu, Tans menambahkan, lebih dari 50 persen pegawainya adalah perempuan. Dan, ia aktif mengampanyekan pemberdayaan perempuan dalam bidang teknologi.
"Perempuan berani untuk keluar dari zona nyaman, mengambil risiko lebih. Menurut saya, perempuan harus punya role model dan saling membantu satu sama lain."
Â
Indonesia Jadi Fokus
Meski sudah menjadi yang terbesar di dunia, Gillian Tans memastikan perusahaannya tak jalan di tempat. Sejumlah peluang baru dijajaki, khususnya di Indonesia.
Tans menyebut, Indonesia adalah salah satu dari lima negara yang menjadi fokus Booking.com saat ini. Empat lainnya adalah Meksiko, India, Jepang, dan China.
"Booking.com ingin memfasilitasi orang Indonesia ke luar negeri dan menarik para pengunjung global ke Indonesia," kata Tans.
Untuk itulah sejumlah investasi dikeluarkan untuk memperbesar pasar di Indonesia. Namun, ia belum mau mengungkapkan nilainya. Pihaknya juga menggandeng sejumlah perusahaan di Tanah Air. Booking.com memiliki 17.163 akomodasi di Indonesia, dengan 21 tipe penginapan.
Ke depan, Booking.com segera memperluas jenis layanannya, tak hanya akomodasi, tapi juga atraksi, transportasi, dan tiket penerbangan.
"Kami ingin mengembangkan sebuah platform di mana setiap traveller bisa menemukan semua yang mereka butuhkan, bukan hanya akomodasi," kata Tans.
Â
Advertisement