Liputan6.com, Jakarta - Kampanye hitam berupa larangan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Uni Eropa tidak membuat para pengusaha nasional takut. Alasannya, masih ada pasar lain yang bisa dikembangkan.Â
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Didik Prasetyo menjelaskan, larangan ekspor minyak kelapa sawit yang dikeluarkan oleh Uni Eropa tidak serta merta akan menghentikan produksi. Sebab, menurutnya sebagian besar hasil produksi minyak sawit pada anak perusahaan PT Perkebunan Mitra Organ masih berpaku pada penjualan lokal.
"Jadi kalo kaitannya dengan embargo karena tadi sudah sampaikan bahwa sampai saat ini baru pada penjualan lokal," ungkap Didik di Gedung RNI, Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Advertisement
Baca Juga
Didik mengatakan, meski sebagian besar produksi minyak sawit yang dihasilkan anak perusahaannya masih berada di lokal, namun tetap akan sedikit berdampak pada harga CPO.
"Barangkali pengaruhnya di harga CPO. Kalo ada embargo akan pengaruhi tingkat harga yang dijual. Yang nanti akan pengaruhi kinerja," imbuhnya.
Didik berharap, meskipun Eropa melakukan larangan terhadap minyak sawit Indonesia secara signifikan dampaknya tidak akan terlalu besar. Menurut dia, selain Uni Eropa masih ada pangsa besar lainnya seperti India.
"Karena salah satu penghasil devisa terbesar Indonesia adalah CPO, jadi masih banyak juga pasar-pasar yang selama ini, contoh India pasar ekspor CPO terbesar, sebenernya masih bisa.Pengaruh diharga barang kali tidak terlalu signifikan," imbuhnya.
Reporter:Â Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Resolusi Sawit
Sebagai informasi, Resolusi sawit yang dikeluarkan Parlemen Eropa pada awal Bulan April 2017 lalu, mengancam embargo minyak sawit yang dikaitkan dengan sejumlah isu lingkungan seperti deforestasi, kebakaran hutan, emisi GHG dan gambut.
Bahkan Uni Eropa merencanakan akan mengembargo penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel mulai 2021.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan melakukan kunjungan kerja ke Uni Eropa guna bernegosiasi terkait pembatasan penggunaan produk turunan kelapa sawit di Uni Eropa (EU).
"Kami tidak ingin melihat ini sebagai tindakan diskriminasi. Dalam prosesnya kami ingin membangun dialog antara mitra. Kami harap keputusan yang diambil, nantinya bisa memuaskan semua pihak. Kami tidak datang untuk mengemis, untuk didikte, tetapi untuk berdialog dengan mitra. Kami dalam posisi yang setara, kami ingin membangun partnership," kata Luhut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Industri kelapa sawit merupakan komiditi yang menjanjikan di Indonesia.
Advertisement