Sukses

Harga Minyak Anjlok Hampir 2 Persen

Harga minyak anjlok hampir 2 persen pada perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta).

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak anjlok hampir 2 persen pada perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta) meskipun terjadi penurunan stok minyak mentah AS lebih besar dari perkiraan. Akan tetapi, harga minyak Brent yang menjadi patokan dunia mencapai yang tertinggi dalam kurun waktu lebih dari tiga tahun.

Melansir Reuters, Jumat (1/6/2018), harga minyak mentah Brent berjangka untuk pengiriman Agustus merosot 14 sen ke posisi USD 77,56 per barel. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Juli turun 1,17 dolar atau 1,7 persen ke posisi USD 67,04 per barel.

Berdasarkan laporan Energy Information Administration (EIA), stok minyak mentah AS menyusut 3,6 juta barel atau melebihi ekspektasi yang hanya sebanyak 525 ribu barel.

Namun demikian, penurunan harga minyak Brent terbatas karena prospek dari Organisasi negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan menyeimbangkan pasar minyak.

"Pasar khawatir dalam jangka panjang, peningkatan produksi minyak dikombinasikan dengan masalah pemurnian dan kapasitas pipa," kata Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow.

Produksi minyak mentah AS telah meningkat dan mencatat rekor tertinggi sejak akhir tahun lalu. Pada Maret, produksinya melonjak dari 215 ribu barel per hari menjadi 10,47 juta barel per hari. Ini rekor bulanan terbaru, menurut EIA.

Harga minyak Brent mencapai level terendah tiga pekan di bawah USD 75 per barel pada Senin lalu setelah OPEC dan Rusia menyeimbangkan antara pembatasan pasokan dan meningkatkan produksi.

 

2 dari 2 halaman

Pangkas Produksi

OPEC dan Non-OPEC telah berkomitmen memangkas produksi minyak sebesar 1,8 juta barel per hari hingga akhir 2018. Akan tetapi, juga siap menyesuaikan pasokan secara bertahap untuk mengatasi kekurangan.

Seperti diketahui, Arab Saudi dan pejabat OPEC serta Rusia membahas peningkatan produksi sekitar 1 juta barel per hari untuk mengompensasi penurunan pasokan minyak dari Venezuela dan kekhawatiran atas dampak dari sanksi AS terhadap output Iran.