Sukses

Ini Permintaan Pengusaha Rokok Atas RUU Pertembakauan

Pengusaha rokok memiliki harapan besar atas pembahasan RUU Pertembakauan

Liputan6.com, Jakarta - Industri rokok meminta DPR dan pemerintah tidak terburu-buru dalam membahas dan memutuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan. Pasalnya, RUU tersebut dinilai belum memenuhi harapan dari pihak-pihak yang terkait di dalamnya, termasuk sektor industri.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Sumiran mengatakan, RUU ini sebenarnya sudah sejak lama diusulkan DPR. RUU tersebut mulanya merupakan RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan yang telah diinisiasi sejak 2006.

Jika RUU ini tetap ingin dilanjutkan, lanjut dia, maka harus kembali dibahas dari awal dengan melibatkan industri dan petani tembakau.

"Oke, kita butuh RUU Pertembakauan, tetapi harus dibahas dari awal, kembali dari titik nol agar benar-benar memayungi secara adil, juga objektif. Sesuatu yang dibahas terlalu lama, (tidak sesuai dengan) perubahan dinamika berjalan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (3/6/2018).

Ismanu menyatakan, ada tiga hal yang menjadi masukan industri terhadap RUU ini. Salah satunya soal ruang bagi industri untuk menata stok bahan bakunya seperti tembakau, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.

"Pertama, kami minta berikan pengusaha ruang untuk menata stoknya. Itu butuh waktu 3-4 tahun. Kedua, budidaya perkebunan tembakau harus dikembalikan. Ketiga, regulasi pemerintah yang tidak produktif harus diluruskan," jelas dia.

 

2 dari 2 halaman

Tahun Politik

Selain itu, pembahasan RUU ini juga dinilai kurang tepat jika dilakukan pada saat ini. Sebab, ‎dengan berlangsungnya pesta demokrasi seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun depan, adanya RUU ini dikhawatirkan hanya dijadikan komoditas politik.

‎"Tidak (tidak perlu terburu-buru), karena waktunya tidak cukup, karena dinamikanya terlalu cepat, dinamika politik juga. Ketika kondisi seperti ini dikeluarkan kebijakan, pasti tidak bagus. Akan ada yang berkepentingan," tandas dia.