Liputan6.com, Jakarta - Inflasi Mei 2018 diperkirakan berada pada kisaran 0,23 persen sampai 0,3 persen. Proyeksi ini lebih tinggi dibanding realisasi bulan sebelumnya 0,1 persen yang disebabkan karena gejolak harga pangan dan barang-barang yang diatur pemerintah (administered prices).
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memperkirakan inflasi Mei ini sebesar 0,23 persen Month to Month (MoM) atau 3,25 persen (Year on Year/YoY). Inflasi tahunan ini diprediksi lebih rendah dari bulan sebelumnya di 3,41 persen YoY.
Advertisement
Baca Juga
"Penggerak inflasi Mei adalah komponen volatile food dan administered prices," tegas dia dalam analisisnya yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (4/6/2018).
Lebih jauh kata Josua, harga beberapa komoditas pangan meningkat selama periode Mei, seperti daging ayam, daging sapi dan telur ayam yang berkontribusi terhadap inflasi. Sedangkan beras, bawang putih, cabai berkontribusi terhadap deflasi pada komponen makanan.
Dia menjelaskan, permintaan daging ayam dan telur meningkat selama puasa dan diperkirakan akan terus naik menjelang Lebaran. Sementara harga beras dapat dikelola dalam jangka pendek karena pemerintah mengambil langkah impor sejak awal tahun ini, serta dampak musim panen Maret dan April tahun ini.
"Inflasi dari administered prices juga berkontribusi terhadap inflasi di belakang uptrend dalam harga transportasi pada Idul Fitri," terangnya.
Melihat perkembangan inflasi 2018, lanjutnya, inflasi volatile food tumbuh lebih cepat daripada inflasi headline yang menunjukkan bahwa pasokan komoditas pangan perlu ditingkatkan.
Josua mennyarankan, pemerintah harus lebih antisipatif dalam mengelola harga pangan, terutama selama musim perayaan yang pada dasarnya terjadi setiap tahun. Manajemen logistik juga perlu ditingkatkan untuk mengatasi kekurangan pasokan komoditas pangan di beberapa daerah.
"Inflasi inti terkendali di kisaran 2,74 persen YoY, menunjukkan bahwa tingkat kebijakan Bank Indoenesia (BI) saat ini dapat mengelola inflasi, termasuk kenaikan suku bunga acuan untuk mengurangi dampak transmisi nilai tukar pada inflasi," paparnya.
Â
Prediksi Lain
Sementara itu, Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara memproyeksikan, inflasi Mei 2018 sebesar 0,3 persem (MoM) atau 3,3 persen (yoy). Dibandingkan Mei 2017, prediksi inflasi ini cenderung lebih rendah karena Mei tahun lalu ada efek pencabutan subsidi listrik 900 VA.
"Faktor yang mempengaruhi inflasi di Mei ini, antara lain permintaan barang kebutuhan pokok tinggi sehingga muncul tekanan inflasi komponen volatile food," tuturnya.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga daging ayam ras naik 2,6Â persen menjadi Rp 35.500 per kg, telur ayam naik 6,4Â persen menjadi Rp 25.600 per kg dan gula pasir naik 0,35 persen menjadi Rp 14.000 per kg
Selain itu, diakuinya, efek imported inflation akibat pelemahan kurs rupiah juga berimbas pada naiknya harga barang konsumsi di tingkat konsumen, terutama barang impor.
"Secara musiman pembelian tiket mudik Lebaran, baik moda transportasi darat, laut dan udara akan mendorong inflasi dari sisi transportasi hingga Juni mendatang," tuturnya.
Sedangkan dari sisi permintaan, kata Bhima, tergambar dari inflasi inti diperkirakan masih rendah. Masyarakat, sambungnya, masih menahan belanja karena beberapa faktor, seperti masa Lebaran berdekatan dengan tahun ajaran baru sekolah sehingga masyarakat cenderung menabung.
"Faktor lain kepercayaan konsumen sedikit menurun akibat teror bom berakibat pada rendahnya minat masyarakat belanja di pusat keramaian. Agresifitas pajak dan ekspektasi kenaikan harga energi juga berpengaruh ke consumer confidences," pungkas Bhima.
Advertisement