Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Setiawan Wangsaatmaja mengungkapkan, pemerintah sejak 2005 sampai 2014 telah mengangkat lebih banyak tenaga honorer sebagai PNS dibanding para pelamar umum.
"Kalau kita bandingkan, pada kurun waktu 2005-2014, tenaga honorer yang telah direkrut sekitar 1,070 juta orang. Sedangkan dari pelamar umum semisal lulusan baru universitas dalam kurun waktu yang sama hanya 775 ribu orang," ungkap dia di Jakarta, Senin (4/6/2018).
"Artinya, mayoritas penerimaan PNS ini berasal dari tenaga honorer," tambahnya seraya menyimpulkan.
Advertisement
Baca Juga
Dia juga menekankan, hal tersebut merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap para tenaga honorer yang bekerja di berbagai lembaga kepemerintahan.
Selain itu, ia turut mengkalkulasi terkait komposisi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ada saat ini. Dari total 4,3 juta PNS yang ada, salah satunya didominasi oleh profesi guru.
"Total ASN saat ini kurang lebih 4,3 juta, yang terdiri dari guru 1,6 juta, tenaga kesehatan 264 ribu, tenaga fungsional teknis 372 ribu, dan tenaga jabatan fungsional umum yang saat ini dikenal dengan administrasi 1,6 juta," tutur dia.
Lebih lanjut, dia menyimpulkan, jika posisi guru coba dikesampingkan, maka sekitar 60 persen PNS yang ada saat ini mengisi jabatan di sektor administratif. Menurutnya, kondisi tersebut terbilang memberatkan pemerintah yang hendak mencapai target kerja.
"Tentunya sangat amat berat bagi pemerintah bila ingin kejar target-target dari capaian organisasi ini," tandas dia.
Tenaga Honorer yang Bekerja di Daerah
Untuk diketahui, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas rencana pengangkatan tenaga honorer kategori dua (K2) menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Hingga kini, pemerintah masih merampungkan data valid tenaga honorer yang memenuhi kriteria untuk diangkat. Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengatakan sekitar 87 persen tenaga honorer bekerja di daerah. Sementara, sisanya sekitar 13 persen bekerja di pemerintahan pusat salah satunya untuk Kementerian Agama (Kemenag).
"Sebagian besar, 87 persen itu honorer adalah di daerah melalui APBD. Sebagian kecil ada di pusat, itu Kemenag," ujar Mardiasmo di Gedung DPR-MPR, Jakarta, Senin (4/6/2018).
Mardiasmo menjelaskan, skema pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS didasarkan pada tiga hal. Pertama dasar hukum pengangkatan. Hal ini telah tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS.
Faktor kedua, pengangkatan tenaga honorer juga harus mencakup validasi data, salah satunya batas usia tenaga honorer yang layak diangkat. Data ini umumnya dipegang oleh instansi dan kementerian terkait.
"Kemudian validitas data untuk bagaimana misalnya batas usia. Karena kita inginkan honorer memenuhi kriteria dan persyaratan, termasuk cut off date-nya. Dan biasanya yang pegang ini adalah instansi yang lebih independen. Jadi, menverifikasi dan validisasi data," ujar dia.
Kemudian faktor ketiga adalah kondisi kemampuan keuangan negara baik APBN maupun APBD. "Kita inginkan apakah diangkat sekaligus atau bertahap. Jadi, akan kita lakukan exercise kira-kira beban APBN berapa APBD berapa," tutur Mardiasmo.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement