Sukses

Freeport Indonesia Masih Punya Cadangan Emas Lebih dari 1.187 Ton

Total cadangan emas yang dimiliki Freeport Indonesia mencapai 1.187 ton senilai USD 469,7 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - PT Inalum (Persero) bersama pemerintah tengah menyelesaikan proses divestasi 51 persen saham Freeport Indonesia. Jika selesai, ini akan menjadi sejarah lantaran Indonesia memiliki tambang emas terbesar di dunia.

Besarnya cadangan emas yang ada di tanah Papua ini dibuktikan oleh Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin. Ia menuturkan, total cadangan emas yang dimiliki Freeport Indonesia sebesar 1.187 ton dengan nilai mencapai USD 469,7 miliar.

"Freeport Indonesia saat ini mengelola tambang tembaga terbesar kedua di dunia dan juga mengelola tambang emas terbesar di dunia. Jadi ini akan jadi sejarah buat bangsa," kata Budi Gunadi di Graha Niaga seperti ditulis, Selasa (5/6/2018).

Budi Gunadi mengatakan, PT Freeport Indonesia saat ini mengelola tambang Grasberg di Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Papua.

Memang tambang Grasberg yang berlokasi di atas tanah produktivitasnya terus menurun, bahkan diperkirakan habis pada 2021. Namun, yang masih memiliki produktivitas tinggi dan menjadi masa depan Indonesia adalah tambang Grasberg yang berlokasi di bawah tanah.

Budi mengatakan, lokasi yang ada di bawah tanah inilah yang menjadikan Grasberg menjadi salah satu tambang emas terumit di dunia. "Ini adalah salah satu tambang terumit di dunia dan dia tambang bawah tanah," kata dia.

Yang lebih menggembirakan lagi, di lokasi tersebut, masih sama di bawah tanah, ada tambang emas yang belum tergarap. Tambang yang dinamakan Tambang Bawah Tanah Kucing Liar yang baru dapat digarap mulai sekitar tahun 2031-2035.

"Jadi kalau kita tahu, Freeport ini besar sekali, makanya proses divestasi ini tidak mudah. Bahkan ini menjadi transaksi yang paling rumit sepanjang saya menjadi bankir," tutur Budi Gunadi. (Yas)

 

2 dari 2 halaman

Ambil Alih Saham Freeport Jadi Transaksi Tersulit

Direktur Utama PT Inalum (Persero), Budi Gunadi Sadikin mengaku pengambilalihan Freeport Indonesia menjadikan transaksi tersulit sepanjang kariernya.

Seperti diketahui, sebelum menjadi Dirut Inalum, Budi lebih banyak berkarier di bidang perbankan. Dengan demikian, masalah pengambilalihan saham sudah sering dihadapi dalam kariernya.

"Kalau deal-nya Freeport ini gampang, sudah dari 50 tahun lalu ini sudah terjadi. Ini jadi transaksi tersulit saya selama menjadi bankir, jujur saja. Jadi kami mohon doa restunya," kata Budi Gunadi Graha Niaga, Jakarta, Selasa 4 Juni 2018. 

Rumitnya transaksi, menurut Budi Gunadi, karena beberapa hal. Pertama, faktor pendanaan yang diklaim sangatlah besar. Bahkan, untuk mendapatkan pendanaan, Inalum membutuhkan banyak bantuan dari berbagai perbankan.

Kedua, yang paling menyita waktu adalah adanya pihak-pihak yang terlibat sebelum proses divestasi ini selesai. Seperti halnya pengalihan saham Rio Tinto yang sebelumnya memang di luar perkiraan pemerintah. Saat ini Rio Tinto memiliki 40 persen hak partisipasi atau participating interest (PI) di tambang Freeport Indonesia. 

Untuk memiliki mayoritas saham Freeport Indonesia (51 persen), Inalum harus membeli 40 persen hak partisipasi milik Rio Tinto tersebut. Kemudian dikonversikan menjadi kepemilikan saham PTFI dan digabungkan dari pembelian saham dari Freeport-McMoRan (FCX).

"Dengan begitu, bagaimana dikonversi jadi saham. Ada dua periode sampai 2022 dan 2022 sampai 2041. Jadi kompleksitasnya banyak," ucap Budi Gunadi.

Freeport Indonesia saat ini mengelola tambang tembaga terbesar kedua di dunia dan juga mengelola tambang emas terbesar di dunia. Jika beralih menjadi milik Indonesia, menurut Budi, ini akan menjadi sejarah yang patut diapresiasi.

"Ini salah satu transaksi tersulit yang saya sebagai bankir 25 tahun rasakan, pencapaiannya beberapa minggu ini sudah signifikan. Ini salah satu aset terbesar Indonesia, ini tambang terbesar di dunia kedua, setelah di Chile semoga bisa kembali ke pangkuan ibu pertiwi," ujar Budi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Â