Sukses

Pengusaha Keluhkan Tata Cara Pengenaan Tarif Barang Impor

Pengusaha keluhkan batas waktu penyerahan surat keterangan asal untuk barang yang masuk dalam jalur merah atau kuning sejak pemberitahuan impor barang.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaku usaha meminta pemerintah merevisi Peraturan Menteri Keuangan nomor 229 tahun 2017 mengenai Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional. Aturan ini dinilai menimbulkan kerugian hingga puluhan miliar bagi pengusaha. 

Masalah yang dihadapi saat ini adalah waktu yang diberikan. Peraturan tersebut mengatur batas waktu penyerahan SKA (Surat Keterangan Asal) untuk barang yang masuk jalur merah atau kuning hanya diberikan satu hari atau sampai pukul 12.00 WIB hari berikutnya sejak pemberitahuan impor barang (PIB) mendapatkan penetapan jalur.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Djohan mengatakan, batas waktu tersebut terlalu singkat untuk barang yang melalui jalur merah dan harus diperiksa fisik oleh petugas pabean. Sementara itu apabila melewati batas waktu tersebut, maka SKA dianggap tidak berlaku lagi. 

"Padahal, SKA berlaku satu tahun berdasarkan kesepakatan perdagangan internasional. Akibat penerapan SKA yang terlalu singkat, importir dikenakan notul dan membayar bea masuk yang sangat tinggi hingga miliaran rupiah," ujar dia di Hotel Milenium Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (6/6/2018).

Tidak hanya industri logistik dan forwarder yang mengeluh, Asosiasi Persepatuan Indonesia berharap pemerintah dapat memberikan solusi terkait kendala yang dihadapi dalam penerapan aturan tersebut.  

Wakil Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Budiarto Tjandra mengatakan, pemerintah perlu berdialog dengan para pihak terkait supaya bisa memanfaatkan tarif preferensi yang berdasarkan aturan internasional. Menurut dia, industri skala kecil dan menengah yang paling merasakan dampak jika tidak bisa mendapatkan tarif preferensi. 

"Aprisindo mendukung penerapan beleid tersebut untuk mencegah surat kerangan asal (SKA) palsu. Namun, hambatan teknis yang terjadi di lapangan harus segera diselesaikan," kata dia.

"Industri alas kaki dalam negeri masih mengimpor bahan baku berupa kulit dan tekstil, terutama dari Tiongkok. Kontribusi bahan baku impor untuk industri alas kaki domestik berkisar 60 persen," tambah dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 2 halaman

Tarif Bea Masuk Jadi Penghambat Ekspor Makanan dan Minuman RI

Sebelumnya, Industri makanan dan minuman dalam negeri terus melakukan ekspansi ekspor ke berbagai negara, namun terhambat oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah tarif bea masuk yang dipatok terlalu tinggi oleh berbagai negara tujuan ekspor.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, ekspor makanan dan minuman dari Indonesia sebenarnya sudah diusahakan masuk ke negara berkembang antara lain Afrika, Amerika Latin dan India.

"Ekspor sebetulnya tiap tahun sudah menargetkan pertumbuhan sekitar 10 persen. Kita sudah berusaha masuk ke emerging market, seperti Afrika, Amerika Latin, terakhir ke India. Tapi memang competitiveness kita masih kalah, begitu juga Inovasi," ujar dia ketika ditemui di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa 30 Januari 2018.

Dia menekankan, faktor tarif bea masuk untuk ekspor ke suatu negara menjadi penghambat yang menyebabkan sulitnya produk makanan dan minuman Indonesia bisa bersaing di pasar global.

"Seperti contoh di Afrika, yang memberikan tarif lebih baik kepada negara-negara seperti China, karena mereka ada kerja sama CEPT (Common Effective Preferential Tariff, kerja sama tarif ekspor antar pemerintah suatu negara)," ujar dia.

Adhi turut memberikan perbandingan kepada negara tetangga yaitu Thailand dan Vietnam, yang bisa leluasa melakukan ekspor makanan dan minuman berkat ada kerja sama tarif bea masuk dengan negara tujuan ekspor.

"Rising Star di Asean ini adalah Vietnam dan Thailand, yang telah mendapatkan keistimewaan tarif untuk melakukan ekspor," tutur dia.

"Akhir tahun lalu, Indonesia telah melakukan tanda tangan kerja sama perdagangan dengan salah satu negara di Amerika Latin, Chile. Mudah-mudahan itu bisa menambah pasar (makanan dan minuman) kita juga," tambah dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: