Liputan6.com, Jakarta - Libur Lebaran berdampak langsung pada bisnis perhotelan di kota besar-besar seperti Jakarta. Pasalnya, selama libur Lebaran, tingkat hunian (okupansi) hotel turun drastis.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, selama libur Lebaran, okupansi hotel di kota besar memang rata-rata mengalami penurunan. Hal ini lantaran selama periode libur, tidak ada kegiatan, khususnya dari instansi pemerintahan yang biasanya digelar di hotel, seperti seminar dan lain-lain.
Advertisement
Baca Juga
"Hotel di kota besar drop semua, yang mengalami keuntungan itu yang di daerah, yang tujuan mudik dan wisata. Kalau hotel-hotel di kota besar semua drop," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (13/6/2018).‎
Hariyadi mengungkapkan, selama libur Lebaran ini, okupansi hotel di Jakarta diprediksi hanya berada di kisaran 30 persen.
‎"Seperti di Jakarta itu sepi, itu antara 30 persen. Jadi drop," kata dia.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu, bisnis perhotelan di Ibu Kota dan kota besar lain diperkirakan baru akan kembali normal usai masa libur panjang Lebaran dan instansi pemerintah maupun swasta mulai efektif kembali bekerja.
"Efektivitas (bisnis perhotelan) baru 21 Juni ke atas, mereka mulai kegiatan lagi. Jadi dua minggu ini kita tidak produktif sama sekali," tandas dia.
Ada Midnight Sale, Penjualan Barang di Mal Bisa Naik 20 Persen
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memproyeksikan penjualan barang atau ritel di mal akan naik berkisar 10-20 persen pada tahun ini. Beragam event internasional akan mendongkrak pertumbuhan penjualan tersebut.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) APPBI, A Stefanus Ridwan mengaku sulit menargetkan petumbuhan jumlah pengunjung maupun penjualan barang di mal saat ini. Alasannya sekarang ini, penyebaran pengunjung tidak merata sehingga susah untuk diprediksi.
"Konsumsi atau daya beli tidak melambat, tapi tidak rata saja penyebarannya. Ada mal-mal tertentu yang jumlah pengunjungnya bisa naik 15-20 persen, tapi ada yang sepi. Jadi tidak jelas, susah prediksinya," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, pada 4 Juni 2018.
Akan tetapi, Stefanus berharap, pertumbuhan penjualan barang atau ritel di mal naik 10-20 persen di 2018. Pendorong utamanya adalah beragam diskon yang ditawarkan merchant maupun mal, acara-acara internasional, seperti Asian Games, Festival Jakarta Great Sale (FJGS) 2018, serta Wonderful Indonesia Culinary and Shopping Festival.
"Bisalah 10-20 persen tahun ini. Asian Games yang berbarengan dengan FJGS 2018 di Agustus, lanjut lagi ada Wonderful Indonesia Culinary pada September-Oktober. Diteruskan dengan jelang akhir tahun," dia menjelaskan.
Saat ini, sedang berlangsung program belanja tengah malah atau midnight sale 2018 yang digelar di 23 mal di Jakarta. Periodenya mulai dari 1 Juni - 14 Juni dengan menawarkan diskon 10 sampai 50 persen.
Program midnight sale pada tahun-tahun sebelumnya selalu berbarengan dengan FJGS. Namun tahun ini, midnight sale lebih dulu diselenggarakan dalam rangka menyambut Lebaran 2018.
"Biasanya kalau midnight sale, penjualan ritel atau barang naik 10-20 persen. Kan UMP naik, dapat THR. Makanya libur Lebaran ditambah tuh senang sekali, pasti ini akan mendongrak orang untuk berbelanja, walaupun ada yang kontra sih," paparnya.
Dengan beragam acara maupun program menarik yang sudah disusun hingga akhir tahun, Stefanus meyakini bahwa minat masyarakat untuk berbelanja tidak akan mandek sampai di Lebaran saja. Usai hari raya pun, kembali bergairah.
"Kan setelah Lebaran dapat gaji lagi, belanja lagi. Jadi optimistis lebih baik dari tahun lalu," ujarnya.
Advertisement