Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah bervariasi pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan dunia tergelincir tetapi harga minyak mentah AS menguat.
Dua sentimen yang menjadi landasan gerak harga minyak adalah penguatan dolar AS yang membebani harga minyak dan rencana pertemuan negara-negara anggota organisasi eksportir minyak (OPEC).
Mengutip Reuters, Jumat (15/6/2018), harga minyak mentah Brent turun 80 sen dan menetap di USD 75,94 per barel. Sementara untuk harga minyak mentah AS atau West Texas Intermediate (WTI) naik 25 sen menjadi USD 66,89 per barel.
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak Brent dan WTI sempat mencapai level tertinggi dalam 3 tahun lebih pada Mei tetapi kemudian kembali turun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa investor memang belum cukup yakin akan langkah mengendalian produksi OPEC.
Bahkan investor melihat bahwa saat ini jika memang rencana peningkatan produksi OPEC benar-benar dijalankan maka kemungkinan besar akan mendorong pelemahan kembali harga minyak.
Dalam beberapa tahun terakhir memang OPEC dan beberapa sekutu seperti Rusia mencoba mengendalikan produksi untuk mendorong kenaikan harga miyak yang sempat menyentuh angka USD 30 per barel.
Saat ini, investor tengah menunggu petunjuk apa yang akan terjadi pada pertemuan OPEC yang akan berlangsung pada akhir bulan ini.Â
Perdagangan sebelumnya
Pada perdagangan kemarin,  harga minyak berbalik arah ke zona positif setelah sempat berayun di dua zona. Pendorong kenaikan harga minyak adalah penurunan yang lebih besar dari perkiraan angka persediaan minyak di AS dan juga permintaan yang cukup besar dari konsumen minyak utama dunia.
Di sesi awal, harga minyak Brent yang menjadi patokan harga dunia dan harga minyak mentah AS tertekan karena kekhawatiran peningkatan produksi di Amerika Serikat (AS) dan ekspektasi bahwa OPEC dan produsen lain akan mengendurkan langkah pemotongan produksi.
Namun akhirnya, harga minyak mentah mampu naik karena kekhawatikran tersebut tidak terbukti.
Berdasarkan data the Energy Information Administration, persediaan minyak mentah di AS mengalami peurunan 4,1 juta barel pada pekan lalu. Angka ini jauh melebihi ekspektasi para analis yang memperkirakan penurunan persediaan di angka 2,7 juta barel.
Selain itu, pendorong kenaikan harga minyak lainnya adalah angka permintaan minyak olahan AS yang mengalami peningkatan dan mencapai rekor tertinggi di 9,9 juta barel dalam sepekan lalu.
"Metrik permintaan ini sungguh luar biasa," jelas analis energi Again Capital New York, John Kilduff.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement