Sukses

Ada PLTA Terbesar di Sumut, RI Bisa Hemat Rp 5 Triliun per Tahun

NSHE akan membangun PLTA Batang Toru berkapasitas 4x127,5 MW pada akhir tahun ini. Targetnya beroperasi pada 2022.

Liputan6.com, Jakarta - PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) memastikan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru tetap berlanjut meski mendapat penolakan dari penggiat lingkungan. PLTA swasta terbesar di Sumatera Utara (Sumut) ini ditargetkan selesai pada 2022.

Senior Advisor Bidang Lingkungan NSHE Agus Djoko Ismanto mengungkapkan, PLTA berkapasitas 4×127,5 Mega Watt (MW) ini berlokasi di Sungai Batang Toru, Desa Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumut.

Area konstruksi PLTA Batang Toru terletak di Kecamatan Marancar, Sipirok, dan Batang Toru. Lahan yang digunakan sebagai lokasi dari PLTA Batang Toru berada pada lahan dengan status Areal Pengunaan Lain (APL).

"Area yang kami mau bangun PLTA didominasi lahan perkebunan karet, kelapa sawit, ladang, lahan pertanian. Bukan hutan lindung dan tidak ada pemukiman warga," tegas Agus saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, baru-baru ini.

Ia mengklaim, proyek pembangunan PLTA Batang Toru tidak mengganggu lingkungan karena sudah ada fragmentasi habitat secara alami oleh Sungai Batang Toru. Sungai sepanjang 174 km ini memisahkan habitat satwa liar di blok Timur dan Barat.

"Area ini juga bukan tempat yang disukai orangutan karena dikelilingi lereng terjal, dan bukan kawasan konservasi," ujarnya.

Lebih jauh Agus menjelaskan, NSHE telah memperoleh izin lokasi dari Pemerintah Daerah (Pemda) Tapanuli Selatan seluas 7.000 hektare (ha). Lahan itu digunakan untuk melakukan survei, menentukan lokasi proyek dan perencanaan lainnya.

Luas lahan yang dibutuhkan dan telah dibebaskan dari masyarakat untuk pengerjaan proyek ini, diakuinya, seluas 566,3 ha atau 9 persen dari total izin lokasi 7.000 ha. Sisanya 91 persen akan dikembalikan ke Pemda Tapanuli Selatan.

"Kami sebut PLTA ini irit lahan," ujarnya.

Dari total lahan 566,3 ha atau 5,66 juta meter persegi (m2), di antaranya untuk pembangunan bendungan atau DAM seluas 70 ribu m2, sedangkan luas genangan 900 m2. Untuk pembangunan jalan untuk proyek PLTA Batang Toru seluas 2,66 juta m2.

 

 

2 dari 2 halaman

Investasi Rp 23 Triliun

PLTA Batang Toru merupakan proyek IPP (Independent Power Producer/IPP). Kepemilikan saham perusahaan patungan NSHE, antara lain PT Dharma Hydro Nusantara (DHN) sebesar 52,82 persen, PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) 25 persen, dan Fareast Green Energy Pts Ltd (China dan Prancis) sebesar 22,18 persen.

Agus menargetkan, pembangunan PLTA Batang Toru akan dimulai paling cepat akhir tahun ini atau awal 2019 paling lambat. Butuh waktu empat tahun menyelesaikan konstruksinya, sehingga diperkirakan akan beroperasi pada 2022.

"Sekarang kami lagi pembangunan jalan, karena harus membuka akses dan itu butuh waktu setahun. Total investasinya sekitar Rp 20-23 triliun, berasal dari internal dan pinjaman," terangnya.

Dampak pembangunan PLTA Batang Toru akan menyedot ribuan tenaga kerja. Menurut Agus, pada tahap konstruksi bendungan atau DAM, kebutuhan tenaga kerja bisa mencapai sekitar 1.000 orang.

Selain itu, pembangkit listrik berkapasitas 510 MW tersebut, akan berkontribusi sekitar 15 persen dari beban puncak Sumatera Utara dan menjadi pengganti sumber listrik yang berasal dari diesel maupun gas.

"Kalau PLTA Batang Toru beroperasi bisa mengurangi emisi karbon hingga 1,6 Megaton per tahun dari diesel. Penghematan belanja negaranya juga mencapai USD 400 juta per tahun. Negara yang menikmatinya," kata Agus.

Jika dihitung dengan asumsi kurs saat ini Rp 13.902 per dolar AS, maka negara bisa hemat Rp 5,56 triliun per tahun dengan adanya PLTA Batang Toru di Sumut.Â