Sukses

Begini Efek Psikologis Piala Dunia ke Pasar Saham

Begitu kuatnya magnet Piala Dunia ini, percaya atau tidak percaya, memberikan pengaruh juga terhadap bursa saham. Berikut uraiannya

Liputan6.com, Jakarta - Perhelatan Piala Dunia setiap empat tahun sekali merupakan turnamen sepak bola terbesar yang dinanti-nantikan ratusan juta bahkan miliaran penggemar olahraga tersebut di seluruh dunia. Begitu kuatnya magnet Piala Dunia ini, percaya atau tidak percaya, memberikan pengaruh juga terhadap bursa saham.

Seperti dikutip dari Wormtraders.com, praktisi pasar saham, Rivan Kurniawan, dalam tulisannya membahas mengenai efek yang ditimbulkan Piala Dunia dan bagaimana pengaruhnya terhadap proses pembentukan harga saham. Hal pertama yang akan dibahas adalah efek kemenangan dan kekalahan suatu tim nasional (timnas) terhadap pasar saham.

Goldman Sachs membuat penelitian efek Piala Dunia terhadap bursa saham. Dalam penelitian tersebut, Goldman Sachs memberikan statistik bahwa dari 15 bursa saham internasional yang mereka teliti, rata-rata volume perdagangan saham suatu negara cenderung turun 45 persen dari rata-rata transaksi sebelumnya ketika timnas negara mereka sedang berlaga.

“Volume perdagangan bursa saham di Eropa rata-rata turun 38 persen, di Amerika Serikat (AS) rata-rata turun 43 persen, dan di Amerika Selatan turun paling drastis yaitu 75 persen,” ungkap laporan tersebut.

Goldman Sachs juga meneliti pasar saham negara-negara yang menjuarai Piala Dunia cenderung mengalami kenaikan rata-rata 3,5 persen setelah Piala Dunia usai. Penelitian tersebut dilakukan sejak Piala Dunia 1974.

Dari serangkaian hasil penelitian, hanya Brazil yang bursa sahamnya tidak mengalami kenaikan setelah menjuarai Piala Dunia 2002. Ini kemungkinan besar karena Brazil sedang dalam masa resesi keuangan.

Namun efek menjuarai Piala Dunia tidak berlangsung lama, hanya sekitar 3 bulan saja. Bahkan dalam beberapa kasus, bursa saham justru mengalami penurunan 4 persen pada tahun berikutnya.

Berbanding terbalik dengan negara yang menjuarai Piala Dunia, negara yang menjadi runner up atau kalah di final, bursa sahamnya justru mengalami penurunan kinerja (underperform) atau turun 5,6 persen selama 3 bulan setelah Piala Dunia.

Demikian pula negara-negara yang kalah di babak penyisihan, rata-rata mengalami penurunan 0,5 persen pada hari perdagangan keesokan harinya.

2 dari 4 halaman

Mood Investor

Jika diperhatikan, efek penurunan bursa saham dari negara-negara yang kalah di final lebih kuat dibandingkan efek kenaikan bursa saham dari negara-negara yang menjuarai Piala Dunia. Hal ini bukan karena kekalahan yang dialami lantas membahayakan ekonomi negara tersebut, namun kekalahan di final tersebut memengaruhi mood investor.

“Perubahan mood ini lebih jelas terlihat di negara-negara yang terkenal fanatik dengan timnasnya seperti Argentina, Brazil, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan Spanyol,” ujar Goldman Sachs.

Bagaimana dengan pasar saham AS yang menjadi kiblat perdagangan saham dunia? Riset lanjutan dilakukan oleh Guy Kaplansky dan Haim Levy dengan mengambil contoh pasar saham AS.

Meskipun AS bukan termasuk negara fanatik sepak bola seperti negara-negara di atas, namun studi menunjukkan secara rata-rata pasar saham AS ikut turun 2,6 persen selama Piala Dunia.

Mengapa? Karena hampir sepertiga total transaksi di sana dilakukan oleh investor internasional. Sehingga pada setiap fase Piala Dunia, mulai penyisihan, 16 besar, perempat final, dan seterusnya, jumlah negara yang kalah akan meningkat.

“Sehingga setiap penyelenggaraan Piala Dunia, pasar saham AS akan menghadapi “one winning country and dozens of losing countries”. Jadi, pasar bukan turun karena timnas kalah, melainkan turun karena dipengaruhi oleh hampir semua pertandingan,” ungkap laporan itu.

Tidak hanya bursa saham atau indeksnya saja yang mengalami penurunan ketika timnas kalah, saham individu tertentu juga ikut terpengaruh.

 

3 dari 4 halaman

Penelitian

Suatu penelitian dilakukan pada saham STMicroelectronics, perusahaan besar produsen semikonduktor, yang diperdagangkan pada dua bursa yaitu bursa Italia dan Perancis.

Studi menunjukkan ketika Perancis kalah 1-2 melawan Afrika Selatan pada penyisihan grup A Piala Dunia 2010, harga saham STMicroelectronics di bursa saham Perancis langsung anjlok sesaat setelah Afrika Selatan mencetak gol. Namun yang menarik, harga saham STMicroelectronics di bursa saham Italia tidak terpengaruh sama sekali.

Dua hari kemudian, ketika Italia kalah 2-3 melawan Slovakia, harga saham STMicroelectronics anjlok di bursa saham Italia. Namun, penurunan itu tidak terjadi di bursa saham Perancis.

Dari beberapa studi di atas, kita bisa melihat bahwa sebagian besar anomali terjadi lebih kuat saat timnas kalah ketimbang menang bahkan menjadi juara Piala Dunia. Kesimpulan tersebut juga ditulis oleh studi dari Inggris yang berjudul “Sports Sentiment and Stock Returns”.

Studi tersebut menyebutkan bahwa kekalahan timnas Inggris cenderung dapat menggerakkan indeks. Namun, tidak ada bukti yang kuat bahwa kemenangan timnas dapat menggerakkan indeks.

Literatur tersebut mengatakan bahwa ada perbedaan besar antara reaksi fans dalam menyikapi sebuah kemenangan dan kekalahan. Kemenangan tidak serta merta meningkatkan mood pada tingkat yang besar, namun sebuah kekalahan langsung menurunkan mood pada tingkat yang besar.

4 dari 4 halaman

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia, meskipun bukan peserta Piala Dunia, memiliki basis penggemar sepak bola yang terbesar di dunia. Rivan mencoba mengambil snapshot dari empat penyelenggaraan terakhir Piala Dunia (2010 dan 2014) dan Piala Eropa (2012 dan 2016).

Jika diperhatikan, selama penyelenggaraan Piala Dunia dan Piala Eropa, pasar saham Indonesia lebih banyak bergerak mendatar atau sideways dengan kenaikan atau penurunan yang tidak signifikan.

Pergerakan yang relatif besar (+2,38 persen) terjadi ketika Piala Dunia 2010, namun itu pun karena ada efek bursa saham Indonesia yang masih pemulihan (recovery) dan dalam tren kenaikan (bullish) kuat setelah sebelumnya dihajar pada tahun 2008.

“Namun pada tiga penyelenggaraan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya menunjukkan kenaikan atau penurunan yang relatif kecil yaitu lebih kurang 1 persen saja,” ungkap Rivan.

Pergerakan sideways IHSG dibarengi dengan penurunan volume perdagangan. Sebuah studi menunjukkan rata-rata volume perdagangan selama Piala Dunia lebih rendah 78 persen (Piala Dunia 1998), 13 persen (Piala Dunia 2002), 35 persen (Piala Dunia 2006), jika dibandingkan dengan rata-rata transaksi harian sepanjang tahun.

Tidak bisa dimungkiri magnet Piala Dunia membuat perhatian investor teralihkan sejenak. Bisa jadi karena turnamen ini dianggap lebih penting daripada trading saham yang bisa “dilakukan kapan saja”.

Meskipun tidak ada studi valid, namun bisa jadi investor atau trader pasar saham di Indonesia juga rata-rata penggemar sepak bola yang kelelahan menonton siaran langsung yang biasanya malam atau dini hari. Bisa jadi juga mereka memindahkan sebagian uangnya untuk taruhan sepak bola.

Hal yang tidak kalah menarik adalah efek yang ditimbulkan pasca Piala Dunia. Jika melihat kembali empat penyelenggaraan Piala Dunia dan Piala Eropa terakhir, IHSG mencatat tren bullish pasca penyelenggaraan Piala Dunia.

Hal yang bisa menjelaskan ini, kemungkinan besar karena kegiatan investor atau tradersudah kembali normal. Perhatian investor kembali tertuju pada bursa saham dan ketika bursa saham bergerak sideways selama Piala Dunia menjadi masa untuk mengakumulasi saham.

Dia menyimpulkan, dari beberapa studi di atas, menunjukkan ada peran psikologis dalam pembentukan harga saham. Meski sebagai value investor, semua pasti memahami tidak ada hubungan kekalahan sebuah tim dengan fundamental sebuah perusahaan.

“Jadi, ungkapan bahwa stock market is influenced by investors’ psychology memang berperan, namun hanya dalam jangka pendek saja. Dalam jangka yang lebih panjang, harga saham akan senantiasa bergerak sesuai dengan fundamental perusahaan itu sendiri,” pungkasnya.

Video Terkini