Sukses

Gubernur BI: Jangan Kaget Banyak Impor di Kuartal II

Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan akan melebar di kuartal II karena banyak impor.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut defisit terhadap neraca perdagangan dalam beberapa bulan terakhir ini berimbas pada transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). Meski begitu, dia meyakini realisasi CAD tahun ini tidak akan melebihi 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB)

"Kalau bicara transaksi berjalan dalam berbagai kesempatan kami sampaikan kuartal II itu biasanya lebih tinggi, enggak usah kaget kalau kuartal II memang banyak impor. Kalau lebih tinggi, jangan kaget karena secara musimannya begitu," ujar Perry saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (22/6/2018). 

Perry mengatakan, dengan naiknya defisit transaksi berjalan justru akan menandakan tingkat ekonomi semakin baik. Meski demikian, pelebaran defisit tersebut masih terbilang di batas wajar.

"Kalau dari sisi tingkat defisit transaksi berjalan, meskipun naik tahun ini karena memang aktivitas ekonomi baik, tetapi masih aman," paparnya.

Sebagai langkah, untuk memperbaiki neraca perdagangan ke depan, BI akan terus mengintervensi valuta asing (valas) maupun surat berhara negara (SBN). Dengan begitu, diharapkan mampu mendorong masuknya investor asing sehingga defisit transaksi berjalan akan semakin aman.

"Yang perlu kita dorong itu,investasi dari portofolio bentuknya apa? Pembelian asing terhadap SBN) dan saham. Langkah-langkah preventif kemarin itu, menaikkan suku bunga. Kemungkinan kenaikan suku bunga akan semakin membuat investasi di SBN atau fix income Indonesia itu menarik. Sehingga inflow di dalam SBN maupun obligasi korporasi naik.

"Apalagi kita akan lakukan relaksasi di sektor perumahan, kalau sektor perumahan naik, itu kan juga menarik bagi investasi dalam dan luar negeri khususnya yang mau beli saham. Sehingga defisit transaksi berjalan yang masih relatif aman itu semakin aman, kuat karena pembiayaannya juga semakin kuat," ia menambahkan. 

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada April 2018 mengalami defisit sebesar USD 1,63 miliar. Hal itu dipicu oleh defisit sektor migas USD 1,13 miliar dan non-migas sebesar USD 0,50 miliar.

 

Reporter : Dwi Aditya Putra

Sumber : Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Rupiah Masih Bertahan di Kisaran 14.000 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Jumat (22/6/2018) ini. Pelemahan rupiah ini lebih disebabkan oleh sentimen dari luar. 

Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.102 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.090 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Bloomberg, rupiah dibuka di angka 14.100 per dolar AS, tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.102 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.090 per dolar AS hingga 14.108 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 4,02 persen.

Research Analyst FXTM Lukman Otunuga menjelaskan, sejumlah mata uang pasar berkembang terpukul oleh apresiasi Dolar AS begitu tajam pasca komentar hawkish dari Ketua Dewan Gubernur Federal Reserve Jerome Powell yang mendukung ekspektasi kenaikan suku bunga AS tahun ini.

Rupiah mengalami tekanan jual luar biasa saat perdagangan dimulai kembali pasca libur panjang. Rupiah kembali bergerak ke atas level psikologis 14000 per dolar AS.

"Karena faktor penggerak di balik depresiasi rupiah adalah faktor eksternal, mata uang Indonesia dapat semakin tergelincir di jangka pendek hingga menengah," tutur dia.

Ia melanjutkan, BI mungkin saja terpaksa melakukan intervensi pasar guna melindungi rupiah apabila dolar AS terus menguat.

Video Terkini