Sukses

Tarif PPh Final Turun, BNI Siap Tampung Pembayaran Pajak UMKM

Pemerintah menetapkan Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2013 tentang Pajak UMKM yang menjadi dasar penurunan tarif PPh Final UMKM.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM menjadi 0,5 persen terhadap omzet per tahun. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menyatakan siap menjadi bank persepsi yang menampung pembayaran pajak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pasca pemberlakuan tarif yang baru.

“BNI telah menjadi Bank Persepsi yang menampung Pajak Penghasilan Final UMKM sejak tahun 2014 hingga saat ini. Selama itu, BNI telah melayani lebih dari 2,7 juta transaksi pembayaran PPh Final UMKM, dengan nilai pajak yang ditampung lebih dari Rp 1,78 triliun,” ujar Corporate Secretary BNI Kiryanto dalam keterangannya, seperti dikutip Sabtu (23/6/2018).

BNI dikatakan turut aktif dalam program sosialisasi tarif pajak UMKM yang baru tersebut, antara lain dengan mengundang ratusan mitra binaan dan debitur setia pada acara Sosialisasi PPh Final UMKM yang dihadiri Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di Margorejo, Wonocolo, Surabaya, Jumat (22 Juni 2018) dan direncanakan juga di Denpasar, Bali, Sabtu (23 Juni 2018).

Dia menuturkan, BNI siap menjadi Bank Persepsi yang membantu pemerintah dalam menampung pembayaran perpajakan, mulai dari pembayaran berbagai komponen pajak (antara lain PPh, termasuk PPh Final UMKM, hingga Pajak Pertambahan Nilai), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta penerimaan Cukai.

Pemerintah menetapkan Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2013 tentang Pajak UMKM yang menjadi dasar penurunan tarif PPh Final UMKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen dari Omzet per tahun.

Tarif baru PPh Final UMKM tersebut berlaku mulai 1 Juli 2018. UMKM yang termasuk dalam kategori wajib pajak ini adalah pelaku usaha perorangan, Badan termasuk Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang omsetnya dibawah Rp 4,8 miliar per tahun.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) hasil revisi ini diatur juga bahwa masa cara perhitungan pajak final 0,5 persen dari omset berbatas waktu. Dimana untuk UMKM Perorangan berlaku selama 7 tahun, UMKM Badan selama 4 tahun, dan bagi Badan berbentuk PT selama 3 tahun sejak PP berlaku.

Ini artinya setelah itu UMKM harus mengikuti aturan pajak yang berlaku umum. PPh Final UMKM tersebut termasuk ke dalam komponen Pajak yang dilayani dalam Modul Penerimaan Generasi 2 (MPN G2) yang terdiri atas Pajak, PNBP, dan Cukai.

Dengan adanya MPN G2, pembayaran Pajak, termasuk PPh Final UMKM dapat dilakukan melalui berbagai channel yang dimiliki BNI, yaitu Teller, ATM, Internet Banking, Mobile Banking, dan Mini ATM atau EDC.

2 dari 2 halaman

Tarif Pajak UMKM Turun, Potensi Kehilangan Penerimaan Rp 2,5 Triliun per Tahun

Pemerintah telah menerbitkan aturan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final baru sebesar 0,5 persen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari omzet maksimal Rp 4,8 miliar per tahun. Kebijakan ini dapat menjadi insentif dan merangsang pelaku UMKM terus tumbuh dan tidak menjadi momok. 

Aturan mengenai tarif pajak UMKM ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Aturan ini sebagai pengganti atas PP Nomor 46 Tahun 2013.

Direktur Eksekutif  Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, revisi aturan pajak UMKM ini merupakan bukti pemerintah peka dan sungguh-sungguh memperhatikan aspirasi pelaku UMKM. Pengaturan di PP ini juga lebih komprehensif dan mengedepankan sisi regulatif yang kuat demi memberi keadilan dan kepastian hukum.

"Penurunan tarif dari 1 persen menjadi 0,5 persen diharapkan dapat meringankan pelaku UMKM karena membantu menjaga cash-flow sehingga dapat digunakan sebagai tambahan modal usaha," kata Yustinus dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (22/6/2018).

Yustinus menghitung, penurunan tarif pajak UMKM ini akan menggerus penerimaan pajak dalam jangka pendek, kurang lebih Rp 2,5 triliun setahun. Akan tetapi, insentif pajak ini selain bentuk pengorbanan, menurutnya, dapat menjadi investasi pemerintah karena dalam jangka menengah-panjang.

"Karena diharapkan akan terjadi penambahan basis pajak melalui bertambahnya jumlah wajib pajak baru sebagai akibat dari kebijakan," tuturnya.

Paling penting lainnya dari tarif baru tersebut, Yustinus menambahkan, sifatnya opsional karena memberi kesempatan wajib pajak memilih skema final atau skema normal, sesuai kondisi yang sebenarnya. Hal ini akan memenuhi rasa keadilan. Grace period yang diberikan antara 3-7 tahun untuk memanfaatkan skema ini juga dinilai cukup untuk mengedukasi wajib pajak agar mampu menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik.

Selain itu, sambungnya, juga menutup celah untuk melakukan penghindaran pajak melalui skenario menjadi pelaku UMKM “abadi” dengan memecah usaha. PP ini memberi ruang pelunasan pajak dengan pemotongan pihak lain agar memudahkan secara administrasi dan mengantisipasi perkembangan ekonomi seperti di sektor perdagangan elektronik.