Liputan6.com, Jakarta Pedagang pasar mengungkapkan tingginya harga bawang merah menjadi pemicu oknum untuk mengoplos bawang merah lokal dengan bawang bombai mini.
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri mengungkapkan harga bawang merah selama periode Ramadan dan Lebaran rata-rata bisa menyentuh angka Rp 40.000 per kilogram (kg). Sementara harga bawang bombai mini impor hanya setengahnya, sekitar Rp 20.000 per kg.
Baca Juga
"Selisih harganya jauh," kata Abdullah saat dihubungi Merdeka.com, Minggu (24/6/2018).
Advertisement
Abdullah menyatakan persoalan tersebut seharusnya bisa ditangani sejak dini dengan cara menelusuri faktor-faktor yang membuat harga bawang merah lokal melonjak.
"Ini sebenarnya harus dievaluasi sejak dini kenapa itu terjadi? karena memang harga bawang merah tinggi. Kenapa harga bawang merah tinggi? karena memang kita belum mampu meningkatkan produksi," ujarnya.
Abdullah menjelaskan, ketika permintaan sedang tinggi seperti saat momen Ramadan dan Lebaran seharusnya dibarengi dengan pasokan yang mencukupi agar stabilitas harga tidak terganggu.
"Ini kan persoalan supply dan demand sebenarnya, kalau supply-nya terganggu, demand tinggi ya otomatis harga akan bergejolak. Nah di saat harga bergejolak masuklah oknum - oknum yang mencoba mengoplos atau menjual bawang bombai dengan harga bawang merah lokal," kata dia.
Kendati demikian, Abdullan mengungkapkan bahwa oknum pengoplos jumlahnya tidak banyak. "Sebenarnya di pasar enggak banyak yang begitu, hanya satu dua oknum saja," kata dia.
Selain itu, Abdullah juga meyakini tidak akan ada yang tertipu sebab dilihat secara fisik saja bawang merah lokal dengan bawang bombai mini impor jauh berbeda.
"Sangat berbeda, kalau bawang bombai tuh agak kekuning-kuningan, kalau bawang merah lokal lebih merah dan lebih kecil," dia menandaskan.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Begini Modus Importir yang Jual Bombai Mini Jadi Bawang Merah
Importir diketahui berupaya mengelabui pemerintah untuk membayar bea masuk lebih murah saat mengimpor bawang bombai mini. Sementara mereka mendapatkan untung karena menjual bawang bombai mini tersebut sebagai bawang merah di pasar.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan) Yasid Taufik menuturkan manipulasi bawang bombai ini merugikan negara, sekaligus petani. Merugikan negara karena dikenakan bea masuk bawang bombai yang hanya 5 persen, tetapi dijual sebagai bawang merah yang bea masuknya 20 persen. “Importir belinya murah, jualnya mahal,” kata dia di Jakarta, Jumat (22/6/2018).
Dia menuturkan dari aksi ini, keuntungan yang diraup importir bawang bombai mencapai Rp 1,24 triliun. Dan apabila 50 persen bawang bombai merah mini penetrasi ke pasar bawang merah lokal, ada tambahan keuntungan lagi sebesar Rp 455 miliar. Sedangkan potensi dirugikan bagi petani bawang merah lokal bisa mencapai Rp 5,8 triliun.
Bawang bombai mini yang sebagian besar diekspor dari India ini masuk melalui pintu pelabuhan Tanjung Perak dan Belawan.
Modusnya dengan menyelipkan karung-karung berisi bombai mini pada sisi dalam kontainer sehingga menyulitkan pemeriksaan petugas. “Komposisi manipulasi juga tak tanggung-tangung, hampir 70 persen bawang bombai mini diimpor di antara bawang bombai besar,” dia menuturkan.
Menurut catatan Kementan, importir nakal yang diduga melanggar ketentuan hingga Juni 2018 memegang Surat Persetujuan Impor (SPI) sebanyak 73 ribu ton.
Menurut Yasid, bawang bombai yang dibeli dengan harga Rp 2.500 per kg. Jika ditambah biaya-biaya pengiriman, clearance, dan sebagainya, biaya pokok di Indonesia menjadi sekitar Rp 6.000 per kg. Kemudian harga di tingkat distributor menjadi Rp 10 ribu per kg, dan harga di tingkat eceran sekitar Rp 14 ribu per kg.
Dengan demikian, lanjut dia, ada selisih keuntungan bawang bombai mini sebesar Rp 8.000 per kg. Sedangkan harga bawang merah lokal di petani saat ini berkisar Rp 18 ribu per kg, dan di pasar retail sekitar Rp 25 ribu per kg.
Advertisement