Sukses

Impor RI Dari China Naik, Ini Reaksi Menperin

Ini tanggapan Menperin Airlangga Hartarto terkait kenaikan kinerja impor pada Mei 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan defisit neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 sebesar USD 1,52 miliar. Penyebabnya karena impor pada periode tersebut mencapai USD 17,64 miliar atau naik 9,17 persen dibanding April 2018, demikian pula jika dibandingkan Mei 2017 meningkat 28,12 persen.

Nilai impor semua golongan penggunaan barang, baik barang konsumsi, bahan baku atau penolong, dan barang modal selama Januari–Mei 2018 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 27,75 persen, 22,59 persen, dan 33,73 persen.

Menanggapi hal ini, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, Kementerian Perindustrian masih perlu melihat lebih dalam lagi terutama terkait impor barang-barang industri.

"Ya nanti kita lihat kalau impornya terkait bahan baku dan barang modal. Itu positif untuk ekonomi," ungkapnya ketika ditemui, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (25/6/2018).

Airlangga pun mengakui bahwa impor produk China oleh Indonesia memang meningkat jika dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN. Meski demikian, Ketua Umum Partai Golkar ini tidak membeberkan secara lebih rinci berapa kenaikan impor dari China tersebut.

"Kalau impor negara ASEAN relatif stabil, hanya Indonesia yang meningkat karena memang pasar yang besar di Indonesia," jelas dia.

Diketahui berdasarkan data BPS, tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Mei 2018 adalah China dengan nilai USD 18,36 miliar (27,87 persen), Jepang USD 7,59 miliar (11,53 persen), dan Thailand USD 4,56 miliar (6,93 persen). Impor nonmigas dari ASEAN 20,41 persen, sementara dari Uni Eropa 9,25 persen.

 

Reporter : Wilfridus Setu Embu

Sumber : Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Impor RI Naik, Paling Banyak Laptop dan Anggur dari China

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, impor Indonesia mengalami peningkatan cukup besar pada Mei 2018. Hal ini didorong oleh impor pada tiga jenis barang, yaitu barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal yang didominasi dari China.

Kepala BPS Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk ini mengatakan, nilai impor pada Mei 2018 mencapai USD 17,64 miliar atau naik 9,17 persen dibandingkan April 2018. Demikian juga jika dibandingkan dengan Mei 2017 meningkat 28,12 persen.

"Kenaikan impor pada Mei ini didorong oleh kenaikan, baik barang konsumsi. Kita tahu bulan Ramadan, akan meningkatkan barang konsumsi. Ini akan berpengaruh pada konsumsi rumah tangga," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin (25/6/2018).

Kecuk menjelaskan, untuk impor barang konsumsi selama Mei 2018 naik 88 persen dibandingkan April 2018 serta naik 34,01 persen dibandingkan Mei 2017.

"Beberapa barang konsumsi yang impornya cukup tinggi pada Mei di antaranya beras yang berasal dari Vietnam, sugar dari Thailand, anggur dari Tiongkok (China), vaksi yang berasal dari India," katanya.

‎Untuk bahan baku, kenaikan impor terbesar, yaitu untuk gula mentah (raw sugar), emas, batu bara dan besi.

"Beberapa bahan baku yang mengalami kenaikan raw sugar, emas, batu bara yang untuk memasak, mainboard dan beberapa jenis besi yang berasal dari China," lanjut dia.

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

Sementara untuk barang modal, impor pada Mei 2018 mengalami kenaikan sangat signifikan, yaitu sebesar 43,4 persen dibandingkan Mei 2017. Lagi-lagi impor tersebut didominasi oleh China, seperti laptop.

"Yang mengalami kenaikan, mesin, laptop yang berasal dari Tiongkok, beberapa mesin untuk pelayaran dan ada beberapa alat electricity yang digunakan untuk pengolahan nikel. Secara year on year tinggi sekali, 43,4 persen. Ini kita butuhkan karena kita sedang menggerakkan berbagai program infrastruktur, dampaknya kita harapkan dapat meningkatkan angka investasi di komponen pertumbuhan ekonomi yang akan kita rilis pada 5 Agustus mendatang," jelas dia.

Berdasarkan data BPS, tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar sepanjang Januari-Mei 2018 antara lain, China dengan nilai USD 18,36 miliar atau dengan porsi 27,87 persen, Jepang USD 7,59 miliar atau 11,53 persen dan Thailand sebesar USD 4,56 miliar atau 6,93 persen.

"Jadi peningkatan konsumsi ini memang biasanya terjadi ketika kita memasuki Ramadan dan Lebaran. Untuk (impor) bahan baku kita harapkan dapat menggerakkan industri dalam negeri, barang modal kita harapkan mampu menggerakkan investasi," tandas dia.

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com.

Video Terkini