Liputan6.com, Jakarta Impor Indonesia meningkat sepanjang Mei tahun ini jika dibandingkan April 2018. Kenaikan impor menyebabkan neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 defisit sebesar US$ 1,52 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, kenaikan impor terjadi untuk semua jenis barang, baik barang konsumsi, barang modal maupun bahan baku.
Baca Juga
"Jadi peningkatan konsumsi ini memang biasanya terjadi ketika kita memasuki Ramadan dan Lebaran. Untuk (impor) bahan baku kita harapkan dapat menggerakkan industri dalam negeri, barang modal kita harapkan mampu menggerakkan investasi," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Advertisement
Berdasarkan data BPS, impor barang konsumsi pada Mei 2018, terdiri dari berbagai jenis beras dan gabah sebesar US$ 143,1 juta atau naik 140,9 persen dibandingkan April 2018. Lalu bom, geranat, terpedo dan sejenisnya ‎sebesar US$ 21,6 juta atau naik 208,57 persen. Selain itu, anggur segar sebesar US$ 34 juta atau naik 55,96 persen.
Untuk bahan baku, gula mentah (raw sugar) sebesar US$ 240,5 juta‎ atau naik 67,83 persen, emas gumpalan dan batangan sebesar US$ 226,6 juta atau naik 44,98 persen dan batu bara sebesar US$ 84,4 juta atau naik 195,1 persen.
Sementara untuk barang modal, mesin pembuat kertas sebesar US$ 140,8 juta atau naik 11.633 persen, laptop beserta notebook sebesar US$ 100,1 juta atau naik 94,37 persen dan komponen alat telekomunikasi sebesar US$ 31,1 juta atau naik 10.266 persen.
Neraca Perdagangan RI Defisit US$ 1,52 Miliar di Mei 2018
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia Mei 2018 mengalami defisit sebesar US$ 1,52 miliar. Pada bulan tersebut, ekspor Indonesia tercatat sebesar US$ 16,12 miliar, sedangkan impornya mencapai US$ 17,64 miliar.
‎Kepala BPS, Suhariyanto menjelaskan, sebenarnya ekspor pada Mei mengalami pertumbuhan cukup baik, yaitu sebesar 10,9 persen dibandingkan April 2018. Namun, nilai impor juga tumbuh cukup besar, yaitu 9,17 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
"Pada Mei kita masih mengalami defisit US$ 1,52 miliar.‎ Pertumbuhan ekspor bagus tapi pertumbuhan impor jauh lebih tinggi, itu yang menyebabkan defisit. Ini dipengaruhi kenaikan harga minyak cukup besar. Kita berharap bulan depan bisa suplus,"‎ ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Dia menjelaskan, selama April-Mei 2018 pergerakan komoditas di pasar internasional masih mengalami ketidakpastian pasti. Ada komoditas yang mengalami kenaikan, tapi ada juga yang mengalami penurunan harga.
‎"Yang mengalami kenaikan antara lain batubara nikel, aluminium dan copper‎. Ada beberapa komoditas nonmigas yang mengalami penurunan harga seperti minyak kernel, emas, timah,"
Sebagai contoh, lanjut Suhariyanto, menurut catatan BPS ‎harga minyak mentah mengalami kenaikan dari bulan ke bulan. Jika pada April 2017, sebesar USD 67,43 per barel, sementara pada Mei naik menjadi USD 72,46 per barel.
‎"‎Dengan perkembangan harga sepanjang April-Mei berpengaruh pada ekspor-impor Indonesia," tandas dia.
Advertisement