Sukses

Industri Lokal Keluhkan Membanjirnya Produk Baja Impor

Saat ini sekitar 50 persen dari total 14 juta ton kebutuhan baja nasional didapat dari impor.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Besi dan baja Indonesia (IISIA), Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, meminta pemerintah untuk mengoptimalkan pengetatan impor baja agar jangan sampai Indonesia dibanjiri baja dari luar terutama baja paduan atau alloy steel.

"Memperketat izin impor. Apa dia (importir) butuh baja alloy atau tidak," ungkapnya saat ditemui, di Hotel Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Senin (25/6/2018).

Baja paduan merupakan baja dengan campuran satu atau lebih elemen seperti nickel, chromium, dan lainnya. Fungsi utama dari elemen paduan yaitu untuk meningkatkan atau 'menyempurnakan' sifat-sifat mekanis dari baja.

Sebagai contoh, nikel dapat memberi kekuatan pada baja dan dapat membantu baja dalam proses pengerasan melalui quenching serta tempering. Sementara chromium dapat mencegah karat.

Saat ini sekitar 50 persen dari total 14 juta ton kebutuhan baja nasional didapat dari impor. Sekitar 40 persen dari baja impor tersebut adalah alloy steel. Mirisnya jumlah ini jauh di bawah kebutuhan di Indonesia.

"Dari kebutuhan itu baja alloy itu di bawah 10 persen. Kegunaannya sangat spesifik. Baja alloy untuk mesin dan as mobil. Yang diimpor sampai 40 persen. Jadi ada 30 persen bukan untuk peruntukannya," dia menjelaskan.

Dia menjelaskan, karakter baja paduan yang lebih 'sempurna' ini, mengancam pasar baja karbon (karbon steel poduksi dalam negeri. "Iya (baja paduan) masuk ke sektor lain yang harusnya jadi pasar carbon steel. Hanya beda susunan chemical. Dengan tambah boron atau krom sudah jadi baja alloy, kurang dari 1 persen maka, baja carbon steel sudah berubah jadi alloy," dia menambahkan.

Sementara itu, Ketua Cluster Flat Product IISIA, Purwono Widodo, mengatakan pihaknya menyayangkan pemberlakuan Permendag No. 22 Tahun 2018. Tidak adanya aspek Pertimbangan Teknis (Pertek) dalam aturan terbaru tersebut membuat baja impor masuk dengan mudah.

"Permendag 22 itu menghilangkan, tidak ada lagi Pertek. Itu langsung di-appeal oleh asosiasi akan terjadi banjir baja dari luar negeri," ujarnya.

Selain itu, pemeriksaan barang impor yang oleh Permendag ini dilakukan post border, menurut dia terkendala minimnya tenaga pemeriksa."Sekarang periksanya di gudang. Kita tahu petugasnya nggak banyak," katanya.

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com.

 

2 dari 2 halaman

Modus Eksportir Baja Luar Negeri Hindari Bayar Bea Masuk

Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA), Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, membeberkan modus yang kerap dilakukan para pengusaha baja agar dapat lolos dari keharusan membayar bea masuk ke negara tujuan ekspor.

Di industri baja, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengganti nomor Harmonized System atau biasa disebut HS.

"Yang dilakukan oleh para pemain dari luar negeri adalah dengan mengalihkan kode harmonis number sehingga menjadi bukan carbon steel tetapi alloy steel," ujar dia di Hotel Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Senin (25/6/2018).

Perubahan kode HS ini berdampak pada kewajiban membayar bea masuk. Jika baja masuk sebagai baja karbon (carbon steel) maka bea masuk sebesar 15 persen. Kalau dalam bentuk alloy carbon maka bea masuk adalah 0 persen.

"Ketentuan yang berlaku di indonesia, kalau impor alloy steel maka dia dibebaskan bea masuk. Persoalannya, kalau mereka masuk biasa, carbon steel, mereka akan kena 15 persen," dia menuturkan.

Dirut PT Krakatau Steel ini pun menjelaskan, tindakan mengubah nomor HS ini sangat merugikan. Selain menggerus potensi pendapatan negara, praktik ini juga menyerang industri baja di negara yang menjadi tujuan ekspor (negara yang melakukan impor).

"Artinya dengan mengubah HS number maka banyak negara di dunia ini yang dirugikan karena potensi dia mendapat bea masuk hilang. Jadi isunya sebenarnya pendapatan negara yg hilang dan isu bagi industri domestik," jelas.

"Hal ini membuat 4 perusahaan baja besar di Amerika tutup, di Eropa sudah puluhan, di India ada 5, dampak dari praktek pengalihan HS number ini sudah mewabah. Inilah yang menjadi concern dunia, dan tentu kita tidak ingin penutupan pabrik terjadi di asean," tegasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018  untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Non Stop hanya di liputan6.com.