Sukses

Defisit Neraca Perdagangan Bikin Rupiah Tertekan

Sentimen dari dalam negeri dari rilis neraca perdagangan Mei yang mencatatkan defisit lebih besar dari bulan sebelumnya memicu depresiasi rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Sentimen dalam negeri yang mempengaruhi gerak rupiah adalah pengumuman neraca perdagangan pada Senin 25 Juni kemarin. 

Mengutip Bloomberg, Selasa (26/6/2018), rupiah di buka di angka 14.140 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.159 per dolar AS. Namun sesaat kemudian rupiah langsung melemah hingga ke level 14.178 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.140 per dolar AS hingga 14.180 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mengalami pelemahan hingga 4,57 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.163 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.105 per dolar AS.

Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan sentimen dari dalam negeri dari rilis neraca perdagangan Mei yang mencatatkan defisit lebih besar dari bulan sebelumnya memicu depresiasi rupiah.

"Pergerakan rupiah cenderung berbalik melemah seiring dengan respons negatif atas meningkatnya defisit neraca perdagangan Indonesia yang mencapai 1,52 miliar dolar AS," ujar Reza dikutip dari Antara, Selasa (26/6/2018)

"Bahkan masih ada sentimen dari rencana pelonggaran LTV juga tidak cukup kuat mengangkat rupiah," ia menambahkan.

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com.

2 dari 2 halaman

Usai Libur Panjang, BI Langsung Berjuang Stabilkan Rupiah

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut, pelemahan mata uang Garuda ini terjadi akibat penyesuaian usai libur panjang. Di mana saat itu, gejolak ekonomi dunia tengah berlangsung pasca Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuannya, Fed Fund Red (FFR).

"Kalau kita lihat perkembangan nilai tukar kemarin itu memang karena memang suatu penyesuaian. Karena libur yang cukup panjang, selama libur terjadi kenaikan tekanan global, hampir semua mata uang mengalami pelemahan, jadi tidak usah kaget," ungkap Perry Jumat 22 Juni 2018.

Untuk itu, Perry memastikan akan melakukan langkah stabilitas terhadap mata uang Garuda Indonesia tersebut dengan mengintervensi pasar baik valuta asing (valas) maupun Surat Berharga Negara (SBN).

"Tapi kita terus komitmen melakukan langkah stabilisasi dan BI selalu akan berdada di pasar dan selalu berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Dan Alhamdulillah pelemahan nilai tukar bila dilihat year to date tidak seburuk negara lain," ujarnya

Kebijakan moneter dan makroprudensial pun turut menjadi cara BI dalam menstabilkan kondisi rupiah. "Kami memperkirakan ke depan dengan langkah kebijakan BI dengan kenaikan suku bunga dan relaksasi makroprudensial untuk membangun sektor perumahan," imbuh Perry.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: