Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) Rupiah semakin melemah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS). Pada Jumat (29/6/2018) ini, mengacu data Bank Indonesia (BI), kurs beli Rupiah mencapai Rp 14.332 per Dolar AS, sedangkan kurs jual Rp 14.476 per Dola AS.
Nilai tukar Rupiah melemah dibandingkan posisi perdagangan kemarin. Kurs beli Rupiah tercatat mencapai Rp 14.200 per Dolar AS, sementara kurs jual mencapai Rp 14.342 per Dolar AS.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, seluruh perbankan tidak perlu merasa khawatir dengan kondisi pelemahan mata uang Garuda ini.
Advertisement
Menurut Wimboh, pelemahan ini sifatnya hanya sementara saja. "Ya kan kalau perbankannya sebenarnya gak terlalu inilah, perbankan kan likuiditas cukup. Bahkan, yang dan ini kan sementara jadi gak terlalu khawatirlah ini hanya sementara," kata Wimboh saat ditemui di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Jumat (29/6/2018).
Dia juga mengatakan, dampak dari pelemahan ini sebetulnya akibat dari pergerakan bank di dunia.
"Enggak, mestinya sudah. Ini sementara aja, volatilitas saja. Karena kan ini akan kembali normal. Respons terhadap berbagai kejadian luar negeri aja," dia menandaskan.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Rupiah Tembus 14.400 per Dolar AS Jelang Akhir Pekan
Nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang akhir pekan ini. Isu sentimen perang dagang menekan kurs rupiah.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di posisi 14.404 pada Jumat 29 Juni 2018. Rupiah melemah 133 poin dari periode perdagangan 28 Juni 2018 di kisaran 14.271.
Berdasarkan data yahoofinance, rupiah dibuka menguat tipis ke posisi 14.383 per dolar AS dari penutupan kemarin di kisaran 14.385. Pada Jumat siang ini, rupiah bergerak di kisaran 14.323-14.410. Rupiah bergerak di kisaran 14.348 per dolar AS pada Jumat siang ini.
Baca Juga
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, faktor eksternal masih mendominasi pergerakan rupiah terhadap dolar AS. Salah satunya sentimen perang dagang.
Josua menilai, pelaku pasar khawatir perang dagang dapat pengaruhi pertumbuhan ekonomi global sehingga berdampak ke negara berkembang. Hal itu mengingat negara berkembang andalkan ekspor untuk menopang pertumbuhan ekonominya.
Selain itu, perang dagang juga dikhawatirkan dapat memicu perang mata uang. Josua melihat, China membiarkan mata uang yuan melemah untuk mendorong ekspor China. Ini membuat perang dagang berujung ke perang mata uang.
"Kekhawatiran perang dagang masih menjadi faktor negatif bagi negara berkembang. Tidak hanya rupiah melemah tetapi juga mata uang India rupee melemah. Demikian juga yuan. Yuan pengaruhnya signifikan terutama bagi mitra dagang China,” kata Josua saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (29/6/2018).
Josua menekankan, isu perang dagang menjadi faktor dominan pengaruhi pergerakan kurs rupiah terhadap dolar AS. Apalagi sikap pemerintahan Amerika Serikat yang tidak konsisten. Ini ditunjukkan dengan penerapan tarif impor makin luas ke Uni Eropa. Josua menuturkan, hal tersebut membuat dolar AS menguat terhadap sejumlah mata uang lainnya.
Dari sentimen internal, Josua menambahkan, Indonesia alami defisit perdagangan pada April dan Mei juga membuat kekhawatiran neraca transaksi berjalan akan melebar.
Advertisement