Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Juni 2018 sebesar 102,04 atau naik 0,05 persen dibandingkan NTP bulan sebelumnya.
Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, kenaikan ini karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,36 persen, lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,3 persen.
"Kenaikan NTP pada Juni 2018 disebabkan indeks harga hasil produksi pertanian mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin (2/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia menuturkan, NTP Maluku mengalami kenaikan tertinggi yaitu sebesar 0,78 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lain. Sebaliknya, NTP Riau mengalami penurunan terbesar, turun 1,87 persen dibandingkan provinsi lain.
"Kenaikan tertinggi NTP di Maluku disebabkan kenaikan subsektor tanaman pangan khususnya komoditas ketela pohon yang naik sebesar 1,92 persen,” kata dia.
"Sedangkan penurunan terbesar NTP di Riau disebabkan penurunan pada subsektor tanaman perkebunan rakyat, khususnya pada komoditas kelapa sawit yang turun sebesar 6,39 persen," ujar dia.
Untuk diketahui, NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukan daya tukar (trems of frade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang konsumsi maupun untuk biaya produksi.
Daya Beli Petani Meningkat pada Mei 2018
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Nilai Tukar Petani (NTP) Mei 2018 sebesar 101,99 atau naik 0,37 persen dibanding NTP April 2018 atau bulan sebelumnya yaitu 101,61.
Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, kenaikan NTP ini disebabkan indeks harga hasil produksi pertanian mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian.
"Kenaikan NTP dikarenakan indeks harga yang diterima petani naik sebesad 0,61 persen, lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,24 persen," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin 4 Juni 2018.
Selain itu, Suhariyanto juga membeberkan, kenaikan NTP pada Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,30 persen, Subsektor Holtikultura sebesar 0,02 persen, Subsektor Tanamam Perkebunan Rakyat sebesar 0,64 persen, Subsektor Peternakan sebesar 0,48 persen dan Subsektoe Perikanan sebesar 0,59 persen.
Pada Mei 2018, lanjut Suhariyanto NTP Provinsi Sulawesi barat mengalami kenaikan tertinggi (2,23 persen) dibanding kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Riau mengalami penurunan terbesar (1,92 persen) dibandingkan penurunan Net provinsi lainnya.
"Pada Mei 2018 juga terjadi inflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,19 persen disebabkan oleh naiknya indeks di selurug kelompok penurunan terbesar (1,92 persen) dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya," ujar dia.
"Sementara itu, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional Mei 2018 sebesar 111,38 atau naik 0,32 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya," tambah dia.
Untuk diketahui, NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukan daya tukar (trems of frade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang konsumsi maupun untuk biaya produksi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement