Sukses

Tekan Gini Rasio Masih Jadi PR Besar Pemerintah Indonesia

Gini rasio yang masih 0,39 ini dirasa belum cukup baik untuk mencapai predikat pemerataan ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat. Bahkan pertumbuhan ekonomi pada 2017 sebesar 5,07 persen menjadi yang tertinggi sejak 2014.

Namun, di tengah terus meningkatnya pertumbuhan ekonomi ini masih banyak pekerjaan pemerintah yang juga harus dijadikan perhatian utama. Hal itu adalah penurunan angka gini rasio.

Ketua Dewan Direktur The Habibie Center Sofian, Effendi mengatakan dengan gini rasio yang masih 0,39 ini dirasa belum cukup baik untuk mencapai predikat pemerataan ekonomi.

"Dengan pertumbuhan seperti itu data yang dikeluarkan BPS September 2017 menunjukan kondisi yang cukup mengkhawatirkan pemerataan belum behasil kita ciptakan, terbukiti gini rasio masi 0,391, bahkan data Credit Swiss menunjukan 1 persen orang terkaya Indo menguasai 45 persen kekayana nasional," kata dia dalam Seminar Nasional: Ekonomi Pasar Pancasila: Jalan Baru Ekonomi Indonesia di HOtel Le Meridiean, Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Angka gini rasio ini sedikit melebar dalam beberapa tahun lalu karena ada comodity booming yang terjadi beberapa tahun lalu. Saat itu Indonesia lengah untuk membangun industri yang memiliki nilai tambah yang berorientasi ekspor.

Untuk itu, demi mengurangi angka gini rasio tersebut, percepatan pembangunan industri berorientasi ekspor yang memiliki nilai tambah wajib dilakukan pemerintah.

"Kita lambat karena bukan bertumpu pada sektor barang jadi. Sekarang ekonomi kita lebih banyak didrive eskpor bahan mentah dan konsumsi sehingga indsustrialisias dari segi itu kita mundur," ujar dia.

Tak kalah penting, peran pemerintah daerah harus lebih maksimal. Selama ini pemerintah pusat sudah cukup bagus dalam membuat kebijakan, namun saat ini masih belum teraplikasikan semua di level daerah.

"Untuk itu ekonomi pancasila itu ekonomi yang digerakkan harus saling menguntungkan dan menolak modal dikelola oleh segelintir orang saja," ujar dia. (Yas)

 

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Ekonomi Pancasila

Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya ekonomi pancasila dalam menyikapi perkembangan ekonomi dunia saat ini.

Ia menyampaikan hal tersebut dalam sambutannya di seminar nasional yang diadakan oleh The Habibie Center dengan tema ekonomi pancasila jalan baru ekonomi Indonesia. Seminar tersebut dihadiri langsung oleh Presiden Ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie. 

Sri Mulyani mengatakan, ekonomi pancasila juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan berdirinya Indonesia berdasarkan pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. 

"Topik ini sangat relevan dalam menyikapi perkembangan ekonomi saat ini dan dalam upaya kita mewujudkan berdirinya Republik Indonesia berdasarkan pancasila, UUD 1945 dan Bineka Tunggal Ika," ujar Sri Mulyani di Le Meredien, Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Sri Mulyani menjelaskan, ekonomi pancasila di Indonesia mengamanatkan dua elemen penting. Pertama, bagaimana menyikapi kondisi pasar atau mekanisme terkini. 

"Kedua adalah elemen pancasila sebagai ideologi dan dasar nilai dalam membuat kebijakan dan mendesain instrumen mekanisme pasar baik dalam teori dan praktik sebetulnya didefinisikan sebagai alat untuk menentukan resource allocation," ujar dia. 

Penyelenggaraan seminar nasional kali ini bertujuan untuk mendiskusikan gagasan ekonomi pasar ekonomi pancasila di tengah tatanan dunia yang tidak lagi menerapkan secara murni ekonomi pasar maupun ekonomi sosial. 

Kemudian, mendiskusikan gagasan ekonomi pasar Pancasila sebagai bentuk ikhtiar Intelektual untuk mendorong kemajuan ekonomi. Seminar ini mengundang berbagai pembicara yang mumpuni dibidangnya di antaranya, Mantan Menteri Bappenas Armida Alisjahbana, Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Jimly Asshiddiqie serta Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â