Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani meyebut ada dua komoditas bahan pokok yang seharusnya dapat dikenakan tarif cukai yakni beras dan gula.
Dia menilai, pemerintah masih belum berani menerapkan cukai kedua komoditas tersebut karena daya konsumsi terhadap masyarakat begitu besar.
"Orang Indonesia pemakan beras dan gula paling besar di dunia kalau kita tetapkan (cukai) ini problemnya menjadi tidak populis bagi pemerintah karena dianggap makanan pokok yang harus dilindungi," ujar Aviliani Gedung Sindo, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Oleh karena itu, Aviliani meminta pemerintah untuk gencar melakukan sosialisasi mengenai dampak konsumsi gula dan beras bagi kesehatan ke masyarakat.
Dalam lima tahun ke depan dia berharap kedua komoditas tersebut sudah dikenakan cukai. "Selama ini pemerintah buru-buru siapkan kebijakan sehingga masyarakat tidak bisa siap-siap. Dua hal itu yang dalam waktu 5 tahun ke depan harus dilaksanakan, tapi gula harus dipercepat," ujar dia.
Sebagai pengganti gula, Aviliani meminta kepada pemerintah terlebih kepada para pelaku industri gula untuk mengembangkan produksi gula yang berbahan dasar daun stevia.
"Kasih potongan pajak insentif terhadap produksi stevia. Sehingga begitu industri itu berkembang, gula itu bisa digantikan. Sehingga gula yang menyebabkan penyakit bisa dikurangi," ujar dia.
Sedangkan untuk beras, dia menilai pemerintah bisa mendorong dengan sosialisasikan gaya hidup sehat. Dengan beralih ke salad. Menurut dia, hal itu sudah lebih dulu diterapkan masyarakat menengah.
"Masyarakat makan beras makin tinggi. Kelas menengah gaya hidupnya sudah berubah makan salad. Beras mulai dikurnagi tapi jumlahnya belumm banyak," ujar dia.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Batas Waktu Penerapan Tarif Cukai Vape Diberi Kelonggaran hingga Oktober
Sebelumnya, Pemerintah berencana menerapkan tarif cukai produk tembakau alternatif, termasuk vape, pada 1 Juli 2018 dalam kategori hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Tarif yang dikenakan 57 persen lebih tinggi daripada rata-rata pengguna cukai rokok saat ini.
Pelaksana Tugas Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai, Nugroho Wahyu mengungkapkan, aturan cukai pada vape tersebut nantinya akan diberikan kelonggaran waktu. Artinya tidak secara serentak akan dikenakan pada 1 Juli 2018.
"(Vape) itu akan dikenakan cukai per tanggal 1 Juli, tapi masih relaksasi sampai 1 Oktober karena enggak mungkin langsung dikenakan karena perlu persiapan pengusaha juga," ujarnya saat ditemui di Gedung Sindo, Jakarta, Selasa 3 Juli 2018.
Nugroho mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah melakukan sosialisasi terhadap pengusaha vape. Terlebih aturan mengenai pengenaan tarif cukai pada vape sudah diserahkan kepada Menteri Keuangan.
"Pengusaha juga sudah kita ajak ngobrol sejak Januari, mereka sudah siap tapi nunggu aturannya. Aturannya kemarin sudah ada di Ibu Menteri (Menkeu). Efektif nanti mulai tanggal 2 Juli setelah itu pengusaha mendaftarkan diri ke kita," imbuh dia.
Dia menjelaskan, pengusaha yang telah mendaftarkan diri nantinya akan wajib menggunakan pitacukai. "Setelah itu mereka harus pesan pita cukai mereka yang ngevape itu nanti dicairannya ada pita cukainya," tutur dia.
Meski demikian, dia masih memberikan kesempatan bagi pelaku pasar yang sudah telanjur memperluas peredaran vape. Dengan catatan, hingga batas waktu Oktober mendatang semua sudah diwajibkan menggunakan pita cukai.
"Di pasaran sudah beredar vape itu nah kita gak bisa per tanggal 1 itu harus bayar kita berikan kesempatan pelaku pasar sampai 1 Oktober boleh dilapangan ada vape tidak tertempel asal dia produksi sebelum Juli. Tetapi sesudah Juli harus ditempelkan. Nah itu kita kasih relaksasi sampai batas waktu yang kita tetapkan. Setelah 1 Oktober semua sudah harus ada pita cukai. Kalau tidak kita operasi gitu," ujar dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement