Sukses

Rupiah Berpeluang Tertekan Sepanjang Juli, Kenapa?

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali merosot tajam hingga menyentuh level 14.400 pada perdagangan Kamis pekan ini.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali merosot tajam hingga menyentuh level 14.400. Bahkan mata uang Garuda diprediksi terus melemah terhadp dolar Amerika Serikat.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, rupiah akan terus berlanjut bisa tembus level 14.800 per dolar AS.

"Pelemahan kurs akan terus berlanjut hingga akhir bulan Juli dengan prediksi terburuk menyentuh 14.700-14.800 per dolar," kata Bhima saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (5/7/2018).

Bhima mengungkapkan pelemahan atau depresasi tersebut diperkirakan sebagai imbas dari perang dagang antara AS dan Tiongkok. "Efek perang dagang dikhawatirkan menurunkan kinerja ekspor negara berkembang seperti Indonesia," ujar dia.

Bhima menjelaskan, dampak negatif lainnya adalah kemungkinan kaburnya para investor asing. "Akhirnya investor asing melakukan aksi jual secara besar-besaran baik dari pasar modal maupun pasar surat utang,” kata dia.

Bhima menilai,pemerintah lambat mengantisipasi kemungkinan tersebut. Kebijakan yang diambil Bank Indonesia pun dinilai belum berhasil.

"Antisipasi dari pemerintah juga lambat, ibarat pemadam kebakaran yang bingung ketika api makin membesar. BI sudah kerja keras dari sisi moneter, tapi dari sisi fiskalnya belum ada gebrakan. Itu yang menurunkan kepercayaan investor. Selain karena data kinerja ekonomi Indonesia memburuk. Seperti defisit transaksi berjalan yang melebar dan defisit perdagangan," kata dia.

Sementara itu, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam jangka pendek masih dipengaruhi oleh kekhawatiran perang dagang antara AS dan China jelang kebijakan pemerintah AS yang akan berlakukan tarif impor bagi produk China sebesar USD 34 miliar yang akan efektif pada 6 Juli 2018.

"Pelaku pasar antisipasi dampak dari implementasi kebijakan proteksionisme tersebut bagi volume perdagangan global serta prospek pertumbuhan ekonomi negara berkembang,” ujar dia.

Ia menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bersama mata uang negara berkembang lainnya juga dipengaruhi yuan yang melemah usai kelonggaran kebijakan moneter bank sentral China sebagai langkah kebijakan antisipasi dampak perang dagang sehingga dorong bank sentral China dan pemerintah melemahkan nilai tukarnya.

"Namun demikian, pengetatan kebijakan moneter Bank Indonesia dengan menaikkan 100 basis poin pada semester I diperkirakan akan tetap jaga confidence pasar sehingga menahan keluarnya dana asing dari pasar keuangan dan menarik minat investasi mempertimbangkan suku bunga kebijakan riil diperkirakan mencapai 1,75 persen. Level itu sangat atraktif dibandingkan suku bunga kebijakan riil di kawasan negara berkembang,” kata dia.

Josua menambahkan, menjaga kepercayaan pelaku pasar terutama mendorong aliran modal asng masuk ke pasar keuangan diperkirakan dapat redam defisit transaksi berjalan pada 2018 sehingga perkuat neraca pembayaran. "Dengan penguatan neraca pembayaran selanjutnya nilai tukar rupiah akan stabil,” ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 2 halaman

Rupiah Terus Melemah, Sri Mulyani akan Evaluasi Kebutuhan Impor

Sebelumnya, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih terus terjadi meskipun Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin menjadi 5,25 persen. Hari ini nilai tukar Rupiah rata-rata berada pada level Rp 14.400 per USD.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani  memastikan, pemerintah akan mengupayakan agar Rupiah dapat menguat kembali. Salah satunya memperkecil defisit transaksi berjalan melalui pengurangan impor. Sebab, impor Indonesia dalam beberapa bulan terakhir masih lebih kecil dibanding jumlah ekspor.

"Saat yang sama mulai meneliti kebutuhan impor, apakah itu memang betul-betul yang dibutuhkan untuk perekonomian Indonesia dan secara selektif akan meneliti siapa yang membutuhkan. Apakah itu dalam bentuk bahan baku ataupun bahan modal. Dan apakah betul-betul strategis untuk menunjang kegiatan ekonomi dalam negeri," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa 3 Juli 2018.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil langkah memperkecil defisit transaksi berjalan.

Adapun sektor yang akan digenjot dalam beberapa bulan ke depan selain impor adalah pariwisata. Target pemerintah hingga akhir tahun, defisit hanya berada 2,5 persen terhadap PDB.

"Kita bersama BI dan OJK melakukan koordinasi bagaimana meningkatan CAD menjadi lebih mengecil dengan mendukung ekspor dan pariwisata berbagai kegiatan yang bisa menghasilkan devisa bagi negara," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: