Liputan6.com, Jakarta Konsumsi batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) semester pertama 2018‎ mencapai‎ 41,4 juta ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi menuturkan jika konsumsi batu bara pembangkit listrik mencapai 41,4 juta ton‎. Ini mencapai 46 persen dari target konsumsi batu bara untuk sektor kelistrikan pada tahun ini, sebesar 90 juta ton.
"Sampai Juni 2018, 41,4 juta ton itu diserap PLTU dari target 90 juta ton kebutuhan PLTU 2018," kata Agung, di Jakarta, Sabtu (7/7/2018).
Advertisement
Agung melanjutkan, adapun untuk seluruh konsumsi batu bara dalam negeri mencapai 53,45 juta ton sampai Juni. Sedangkan target konsumsinya sampai akhir 2018 mencapai 104 juta ton. "Seluruhnya 53,45 juta ton per akhir Juni‎ dari target 104 juta ton," dia menuturkan.
Menurut Agung, batubara mayoritas diserap oleh PLTU. Selain itu batu bara dikonsumsi industri semen, pupuk, tekstil, kertas dan briket.
"Kan ada semen, ada pupuk, tekstil, kertas, briket itu kecil. Sejauh ini sudah 46 persen untuk PLTU. Kalau DMO seluruhnya 50 persen lebih,"Â dia menandaskan.
Harga Batu Bara Naik Jadi USD 104,65 per Ton
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu bara Acuan (‎HBA) Juli 2018 di angka USD 104,65 per ton. Angka tersebut naik dari bulan sebelumnya atau dari Juni 2018 yang tercatat USD 96,61 per ton.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, Harga batu bara sangat fluktuasi. Setelah mengalami penurunan pada bulan lalu, kemudian mengalami kenaikan 8,63 persen dibanding Juni 2018.
"Ya fluktuatif sih masih aja sih. Ya tidak bisa ditebak, siapa yang bisa menebak harga komoditas. Kita lihat supply and demand aja," kata Bambang, di Jakarta, Rabu (5/6/2018).
Baca Juga
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi menyebutkan penyebab meningkatnya harga batu bara pada Juli 2018 dipengaruhi beberapa hal.
Penyebab tersebut antara lain pasar energi global yang relatif membaik dan harga batu bara domestik di China mengalami kenaikan. Selain itu, harga minyak yang melambung juga mendorong kenaikan harga batu bara.
‎Agung melanjutkan, kenaikan harga batu bara juga disebabkan kenaikan permintaan di Eropa Utara dan China. Kenaikan tersebut lebih lebih besar jika dibandingkan ketersediaan stok batu bara dunia pada bulan juni 2018.
"Itu disebabkan‎ pada pasar Australia terjadi ketidakmampuan untuk meningkatkan produksi cukup cepat. Serta ekspor batu bara dari 3 ekportir utama ke Asia cenderung flat pada periode Januari- Juni 2018‎," tandasnya.
Â
Advertisement