Liputan6.com, Jakarta - Perang dagang antara Amerika dan China telah menjadi kenyataan. Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump resmi melempar serangan pertama dalam perang dagang tersebut dengan memberlakukan tarif pada impor China.
Tarif AS pada impor China senilai 34 miliar USD telah berlaku sejak Jumat (6/7) pukul 04:00 GMT. Bahkan, Trump telah mengancam akan mengenakan tarif tambahan menjadi 500miliar USD jika China melakukan perlawanan berupa pemberlakuan tarif balasan.
Sebagai imbas perang dagang tersebut, diperkirakan barang-barang China yang selama ini masuk pasar Eropa akan dialihkan ke pasar lain, salah satunya adalah kawasan Asia Tenggara.
Advertisement
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita menyebutkan bahwa selama ini Indonesia sudah menjadi salah satu ladang pasar produk-produk asal negeri tirai bambu tersebut.
"Kan semuanya (barang China) juga udah masuk," kata Mendag Enggar saat ditemui usai rapat di Kemenko Perekonomian, Minggu (8/72018).
Baca Juga
Sebagai antisipasi agar Indonesia tidak kebanjiran produk impor dari China, Mendag Enggar meminta agar industri dalam negeri lebih diperkuat lagi.
"Ya kita perkuat lah industri dalam negeri, mencintai produk dalam negeri gitu," ujarnya.
Saat ini, lanjutnya, belum ada kebijakan yang diambil dalam rangka membatasi impor dari China sebab hal tersebut sebelumnya sudah tertuang dalam perjanjiang perdagangan yang tidak mungkin dilanggar.
Selain itu, jika Indonesia menerapkan Non tariff Barrier (NTB) atau aturan-aturan non tarif yang mampu menghambat masuknya produk asing ke dalam pasar domestik, maka otomatis produk Indonesia yang masuk ke China pun akan mendapat perlakuan serupa.
"Kalau itu sudah diperjanjikan kan itu nggak bisa. Kalau ada perjanjian perdagangan kalau kita kenakan NTB, kalau kita kenakan juga mereka bisa kenakan NTB (pada Indonesia)." tutup dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
AS Rencanakan Kenakan Tarif Impor ke Indonesia
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan alasan rencana AS untuk mencabut pengecualian bea masuk produk ekspor Indonesia. Rencana tersebut muncul karena neraca perdagangan AS yang defisit terhadap Indonesia.
Enggartiasto menjelaskan, nilai ekspor AS ke Indonesia sebesar USD 9 miliar. Sementara ekspor Indonesia ke AS senilai USD 13 miliar.
"Besar (defisit AS) di kita USD 9 miliar di mereka USD 13 miliar. Setelah kita telusuri, ada yang kita ekspor melalui Hong Kong, Singapura, tapi country of origin-nya Indonesia. Yang dibukukan di Indonesia ekspor ke Singapura. Tetapi mereka lihat ini bikinan mana? Bikinan Indonesia selisih itu kita find out dari situ," ungkapnya pada 6 Juli 2018.
Pemerintah akan melakukan lobi dengan Pemerintah AS. Hal ini dilakukan untuk membicarakan rencana pencabutan tersebut. "GSP juga belum diterapkan. Mereka hanya mengatakan akan masuk dalam itu. Kita juga lakukan lobi," katanya.
"Kalau dilihat dari kepentingan mereka kita pahami. Kita mencoba pahami. Tetapi yang coba sulit kita pahami kan bisa berubah. Kita lihat saja," Imbuh dia.
Selain itu, menurut Politisi Nasdem ini pemerintah akan melakukan rapat koordinasi dengan stakeholder terkait untuk membahas hal tersebut.
"Kita yakin bahwa trade war itu bukan hal yang kita pilih. Ya itu kita tunggu hari Senin. Nanti kita akan rapat hari Minggu. Rapat koordinasi," tandasnya.
Advertisement