Sukses

Harga Avtur Mahal, Menhub Bakal Negosiasi dengan Pertamina

Kementerian Perhubungan mendapatkan perintah untuk kembangkan maskapai sehingga dukung kunjungan wisatawan di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi mengakui harga avtur di Indonesia secara rata-rata lebih mahal jika dibandingkan beberapa negara tetangga.

Padahal avtur ini menjadi kunci efisiensi bagi maskapai, terutama maskapai biaya murah (Low Cost Carrier/LCC). Budi Karya mengaku akan membicarakan mengenai harga avtur ini kepada PT Pertamina (Persero) yang sampai saat ini memasok avtur di seluruh bandara di Indonesia.

"Saya coba akan bicara dengan Pertamina kaitannya dengan harga avtur yang lebih mahal 20 persen dibandingkan internasional," kata Budi di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (10/7/2018).

Saat ini, pihaknya mendapat perintah dari Presiden RI Joko Widodo untuk mengembangkan maskapai dalam mendukung peningkatan kunjungan wisatawan di Indonesia. Salah satu yang akan dikembangkan adalah penerbangan LCC ini.

Budi akan mendorong maskapai-maskapai LCC untuk ekspansi ke berbagai bandara yang saat ini telah dibangun baik oleh Angkasa Pura atau Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

"Kami akan bahas insentif apa saja kaitannya soal LCC ini. Karena kita akui LCC itu sangat penting bagi pertumbuhan pariwisata kita," ujar Budi.

Sementara itu di kesempatan yang sama, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso mengaku bakal terus membangun infrastruktur bandara untuk menopang pertumbuhan wisatawan di Indoensia.

Salah satunya adalah memperpanjang runway di beberapa bandara. "Karena kalau sudah bicara wisatawan maka bandara itu harus bisa didarati pesawat wide body atau narrow body supaya efisien," ucap dia.

Untuk pesawat narrow body sekelas Boeing 737 dan Airbis 320 setidaknya membutuhkan runway minimal 2.600 meter. Sedangkan untuk wide body sekelas Boeing 777 dan Airbus 330 perlu runway sepanjang 3.000 meter.

 

 

2 dari 2 halaman

Harga Avtur Melambung, Garuda Indonesia Usulkan Kenaikan Tarif

Sebelumnya, Garuda Indonesia mengusulkan kenaikan tarif batas bawah sebesar 10 persen ke Kementerian Perhubungan. usulan ini dilatarbelakangi kenaikan harga bahan bakar avtur dan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury mengatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS dirasakan Garuda Indonesia. Kondisi tersebut membuat biaya operasional dan perawatan mengalami kenaikan.

Pahala menyebutkan terjadi depresiasi sekitar 5 persen atas kondisi tersebut.

"Pengeluaran kita pakai dolar AS, maintenance dan fuel. Depresiasi rupiah sudah mencapai 5 persen," kata Pahala di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin, 28 Mei 2018.

Beban Garuda Indonesia bertambah dengan kenaikan harga avtur yang mengikuti pergerakan harga minyak dunia. Dia mencatat dari Januari 2016 hingga saat ini, kenaikan harga avtur sudah mencapai 40 persen.

"Tahun lalu fuel jauh lebih rendah, dari Januari 2016 sampai sekarang sudah mencapai40 persen," tuturnya.

Atas kondisi tersebut, Pahala mengaku sudah mengusulkan kenaikan tarif batas bawah harga tiket pesawat sebesar 10 persen dari saat ini 30 persen ‎dari batas atas menjadi 40 persen dari batas atas.

Perubahan tarif batas bawah pun belum dilakukan sejak 2016, saat itu tarif batas bawah diturunkan dari 40 menjadi 30 persen.

"Kita berharap bisa dilakukan penyesuaian kembali lagi ke sebelumnya 40 persen dari tarif batas atas,"ungkapnya.

Menurut Pahala, perusahaan telah mengusulkan kenaikan tarif batas bawah ke Kementerian Perhubungan. Saat ini Garuda Indonesia masih menunggu keputusan dari Kementerian Perhubungan.

"Kami sudah sampaikan pandangannya seperti apa. Tentu regulator punya pertimbangan lain. Bagaimana implementasi eksekusi seperti apa kita tunggu hasil kajian Kementerian Perhubungan," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â