Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Bambang Brodjonegoro mengatakan, rencana Amerika Serikat (AS) mengenakan tarif bea masuk terhadap 124 produk asal Indonesia dapat mengganggu nilai ekspor Indonesia.
Hal ini juga dikhawatirkan dapat mengganggu perekonomian daerah penghasil komoditas ekspor ke AS.
"Mengenai perang dagang, di dalam perang dagang yang paling ditakutkan adalah adanya proteksi tarif tinggi yang kemudian bisa memengaruhi ekspor. Kalau ekspor produk atau komoditas terganggu, kita khawatirkan nanti perekonomian di daerah penghasil komoditas atau barang ekspor tersebut bisa terganggu," ujar Bambang di Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Advertisement
Bambang mengatakan, selama ini produk yang paling banyak di ekspor ke AS adalah produk manufaktur terutama dari pulau Jawa. "Kalau saya lihat dalam produk ekspor saat ini kita memang lebih banyak di produk manufaktur. Produk manufaktur itu paling besar memang dari Jawa," ujar dia.
Baca Juga
Ke depan, pemerintah dan stakeholder atau pemangku kepentingan lainnya terkait harus mencari pasar pasar baru agar komoditas Indonesia yang dicabut fasilitas keringanan bea masuknya oleh AS tetap dapat diekspor ke luar negeri.Â
"Kalau kemudian kita menghadapi hambatan dari AS tapi kemudian kita bisa mengalihkan produk ekspor kita ke negara lain maka harusnya ini tidak menjadi masalah tapi tentunya kita harus mempersiapkan diri," tutur dia.
Bambang mengatakan, dalam menghadapi perang dagang ini ada dua hal yang dapat dilakukan Indonesia. Pertama, negosiasi harus dilakukan dan kedua daya saing produk ekspor harus ditingkatkan agar diterima oleh negara lain.Â
"Pertama, negosiasi harus di kedepankan. Kemudian kedua, kita harus menjaga daya saing. Bayangan saya kalau kita menjaga daya saing, kita dihalangi suatu negara harusnya produk yang sudah kompetitif ini bisa mengalir ke negara lain. Harusnya jaringan ekspornya tidak terganggu," ujar dia.
Â
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
RI Lobi AS untuk Tetap Dapat Fasilitas Impor
Sebelumnya, Indonesia perlahan mulai terseret ke dalam arus perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Ini setelah Negeri Paman Sam memutuskan untuk mengevaluasi 124 produk Tanah Air yang menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia.
Menyikapi situasi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus berupaya untuk bernegosiasi dengan AS, agar Indonesia tetap berstatus sebagai negara yang diberikan manfaat pemotongan bea masuk impor melalui program Generalized System of Preference (GSP).
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, selain akan mengirimkan tim negosiator yang berangkat ke AS pada akhir Juli, pihaknya pun sudah menyampaikan surat yang menekankan bahwa Indonesia masih berhak untuk mendapat fasilitas laiknya negara GSP.
"Secara surat menyurat sudah kita sampaikan, dan tanggal 17 (Juli) kita submit lagi. Yang pertama harus kita submit lagi itu bahwa kita masih dinyatakan sebagai negara yang eligible untuk GSP," ujar dia di Jakarta, seperti dikutip Selasa 10 Juli 2018.
Namun begitu, ia menambahkan, isi surat tersebut belum menyinggung terkait 124 produk Tanah Air yang kini tengah dikaji Pemerintah AS untuk memastikan apakah Indonesia masih pantas menerima manfaat dari fasilitas GSP.
Terkait penetapan suatu negara berkembang masih laik memperoleh status GSP, Oke menjelaskan, negara maju rutin mengkaji hal itu setiap tahunnya.
"Itu ada kriteria yang harus disampaikan, bahwa Indonesia itu masih eligible untuk menerima GSP. Setelah itu baru kita berunding, yang mana saja. Karena kan ada batasannya, kriteria," terang dia.
Adapun kriteria tersebut, ia melanjutkan, terbilang banyak dan variatif pada tiap-tiap negara maju yang membuka diri untuk mau memberikan bantuan dan fasilitas GSP kepada negara berkembang.
"Tetapi kita menyampaikan bahwa dari kriteria tersebut kita masih eligible. Kita yang harus datang ke sana (AS) untuk menyampaikan," Oke menukaskan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement