Liputan6.com, Jakarta - Industri farmasi dalam negeri menyiapkan strategi guna menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah. Salah satunya dengan mulai meningkatkan penggunaan bahan baku lokal yang berasal dari alam.
Wakil Ketua Umum GP Farmasi, Ferry A Soetikno mengatakan, saat ini sebagian bahan baku industri farmasi masih diimpor dari negara lain. Hal tersebut yang membuat industri rentan terhadap gejolak nilai tukar rupiah.
"Realitanya bahan baku obat masih banyak diimpor. Kita coba untuk tingkatkan efisiensi. tidak serta merta menaikkan harga," ujar dia di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Namun demikian, lanjut dia, pelemahan nilai tukar rupiah ini tidak sampai mengganggu pertumbuhan industri. Hal ini berkat ada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga mendorong permintaan produk obat-obatan.
"Program besar kita sukseskan JKN. Itu bagus perlu diapresiasi. Kita hasilkan banyak sekali produk untuk sekian ratus juta, 200 juta BPJS Kesehatan," kata dia.
Selain itu, kata Ferry, para produsen obat kini mulai menggunakan bahan baku lokal. Hal tersebut diharapkan dapat menekan ketergantungan impor bahan baku di tengah gejolak nilai tukar rupiah.
"Sudah banyak juga yang sekarang pakai bahan baku Indonesia. Kemudian Pak Menteri dorong lebih penggunaan bahan baku indonesia, dari herbal. Herbal ini bukan jamu, tapi yang nilai tambah. Bahan herbal yang jadi obat. Obat dengan bahan herbal," ujar dia.
Ferry mengatakan, industri farmasi juga terus mendorong peningkatan ekspor produk farmasi ke negara lain. Saat ini sejumlah negara di kawasan ASEAN, Afrika dan Uni Eropa telah menjadi pasar bagi produk obat-obatan Indonesia.
"Ekspor juga sudah banyak tapi kurang diekspos. Pemasaran mancanegara kita sudah merambah ke negara negara lain. Biofarma sudah ke negara banyak, vaksin dan lain-lain. Ada 20-30 industri farmasi yang sudah ekspor. Itu perlu diapresiasi. Trennya naik, sudah 15-20 tahun, bukan baru kemarin. Itu ke ASEAN, Afrika, Eropa, sudah banyak," kata dia.
Stabilkan Rupiah, Cadangan Devisa RI Tergerus USD 3,1 Miliar
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) merilis posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2018 sebesar USD 119,8 miliar, atau turun USD 3,1 miliar dari Mei 2018 sebesar USD 122,9 miliar.
Penurunan cadangan devisa pada Juni 2018 terutama dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman mengatakan, meskipun lebih rendah dibandingkan posisi Mei, cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor serta cukup untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah," ujar Agusman melalui siaran pers, Jakarta, Jumat, 6 Juli 2018.
Cadangan devisa tersebut juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang tetap baik, serta kinerja ekspor yang tetap positif," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement