Liputan6.com, New York - Belum seminggu Amerika Serikat (AS) menerapkan tarif sebesar USD 34 miliar ke produk-produk China dan memulai perang dagang. Sekarang, Negeri Tirai Bambu itu sudah mulai melakukan manuver internasional.
Baca Juga
Advertisement
Tanpa menunda-nunda, China sedang mendekati Uni Eropa dalam rangka membuka lebar akses pasar mereka bagi investor asing.
Li Keqiang, Perdana Menteri (PM) China, baru-baru ini bertemu dengan pemimpin Eropa tengah dan timur di ibu kota Bulgaria dan berjanji akan membuka perekonomian mereka walau perang dagang sedang terjadi.
"Membuka diri adalah kemudi kunci dari agenda reformasi China, jadi kami akan terus membuka lebar pada dunia, termasuk membuka lebar akses pasar untuk investor asing," ucapnya.
PM China juga baru saja bertemu Kanselir Jerman Angela Merkel di Berlin pada Senin, 9 Juli 2018 waktu setempat. Minggu depan, China juga akan menyelenggarakan EU-China Summit di Beijing.
China telah mengeluarkan miliaran Euro pada pembangunan jalanan, rel kereta, pelabuhan, dan proyek infrastruktur lainnya di negara-negara Eropa Timur dan Tengah.
Dalam urusan dagang, China adalah sumber impor terbesar bagi Uni Eropa sekaligus juga pasar ekspor terbesar nomor dua.
Uni Eropa dan China juga sedang mengalami nasib serupa, yakni dibayangi oleh perang dagang dari Presiden Donald Trump.
Aliansi yang Meragukan
China memang tampak bersemangat ingin memperkuat hubungan dengan Uni Eropa, tapi para analis cenderung skeptis.
"China dan Uni Eropa bisa mencapai persetujuan-persetujuan kecil, tapi itu tidak akan menyelesaikan masalah mereka," ucap Daniel Lacalle, kepala ahli ekonomi dan petugas investasi di Tressin Gestion.
Alasannya adalah kedua pahak memiliki kapasitas industri yang berlebih dan butuh ekspor ke AS. Lebih lanjut, mereka tidak memiliki permintaan internal untuk menyelesaikan masalah kelebihan kapasitas mereka.
Advertisement