Liputan6.com, Beijing - China selama ini mendominasi ekonomi di Asia, dan negara tersebut tengah melakukan ekspansi ekonomi ke Eropa, bahkan Afrika. Sayang, ambisi mereka sedang diguncang perang dagang.
Dilansir CNBC, China yang bersumpah melakukan balas dendam telah memiliki sejumlah rencana selain menerapkan tarif balasan. Salah satunya adalah mempersiapkan industri agrikultur agar tidak bergantung pada kedelai.
Advertisement
Baca Juga
China merupakan tujuan utama ekspor kedelai AS. Hampir setengah produksi kedelai Amerika Serikat (AS) dikirim ke negara tersebut. Sebelumnya, China sudah membatalkan pesanan impor kedelai AS sebesar 1,1 juta ton. Umumnya, kedelai itu dipakai sebagai pakan 700 juta babi di sana.
Merespons langkah China, konsultan Majelis Ekspor Kedelai AS John Baize pesimistis terhadap efektifnya rencana China.
"Tidak banyak yang bisa mengganti kacang kedelai. Cepat atau lambat kau butuh suplemen protein," ucapnya. Ia menambahkan rencana penyetopan kedelai AS hanya rencana politisi yang tidak memahami keadaan ternak.
Media pemerintah China, Global Times, menyebut perang dagang ini sebagai trik pemerasan AS. Mereka juga menyatakan pihak pemerintah telah siap mengambil langkah retaliasi.
"Pemerintahan China telah siap mengambil tindakan pembalasan kapanpun diperlukan," tulis Global Times.
Lebih lanjut, media China mengakui adanya perusahaan-perusahaan ekspor China sedang menderita akibat perang dagang. Pemerintah China juga menyebut bisa mengurangi ketergantungan dari AS.
"Masyarakat China marah dengan hegemoni dagang AS. Beberapa perusahaan-perusahaan ekspor di China telah menderita secara langsung dari perang dagang dan pantas mendapat bantuan pemerintah untuk meminimalisir kerugian. Pemerintah China bisa menyesuaikan ekonomi dan dagang agar mengurangi ketergantungan dengan AS," tulis Global Times.
Trump Belum Gentar
Kementerian Perdagangan China menyataan sedang menyampaikan komplain ke WTO (World Trade Organization) atas tindakan sepihak AS.
Selain itu, China akan lebih mengandalkan kedelai dari Brazil untuk menutupi kekurangan kedelai. Rencananya, China turut berencana membeli lebih banyak produk kedelai dari penyuplai lainnya seperti Rusia, Ukraina, Paraguay, Uruguay, dan Kanada.
Sementara, Presiden Donald Trump tampak belum goyah pada ancaman China. Malah, baru-baru ini pemerintahannya memberikan sanksi baru ke China. Pihak pemerintahan merilis daftar barang China senilai USD 200 miliar yang kena tarif 10 persen.
Ini membawa ancaman baru untuk meningkatkan perang dagang yang meluas dengan China. "Angka USD 200 miliar yang kami lihat kira-kira sama dengan ekspor mereka kepada kami,” ujar seorang pejabat senior pemerintah.
Tarif itu tidak akan berlaku segera tetapi jalani proses peninjauan selama dua bulan dengan sidang pada 20-23 Agustus.
Adapun beberapa produk yang kena tarif berasal dari bagian program Made in China 2025. Program tersebut merupakan rencana strategis untuk menjadikan China sebagai pemimpin dalam industri global utama termasuk teknologi.
Advertisement