Sukses

Studi: Milenial Penggila Makanan Cepat Saji, Benarkah?

Milenial lebih memilih makanan praktis dan siap saji dibandingkan mengonsumsi makanan yang dimasak di rumah.

Liputan6.com, Jakarta Milenial lebih memilih makanan praktis dan siap saji dibandingkan mengonsumsi makanan yang dimasak di rumah. Padahal, makanan ini dikhawatirkan dapat meningkatkan paparan bahan kimia terhadap tubuh manusia. Paparan itu berpotensi merusak hormon.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh perusahaan Asuransi Aviva dalam laporan Pemeriksaan Kesehatan di Inggris, generasi milenial atau mereka yang saat ini berusia 18 sampai 35 tahun, disebut rela menghabiskan uangnya untuk memesan pizza sebanyak 10 kali dalam sebulan.

Karena kegemarannya, generasi ini dijuluki ‘generasi takeaway‘, penelitian tersebut mengungkapkan bahwa orang-orang di bawah usia 35 tahun memesan hingga 10 pizza per bulan, atau lima kali lebih banyak di atas usia 55 tahun.

Dilansir dari laman Telegraph, menurut survei yang dilakukan di Inggris, satu dari sepuluh anak bahkan mengaku mengonsumsi makanan cepat saji dan praktis hampir setiap hari, dengan pizza menjadi hidangan terfavorit.

Tidak saja milenial, makanan cepat saji juga ternyata banyak disukai para pekerja kantoran, setidaknya memesan lebih dari dua kali lipat jumlah makanan yang dibawa pulang per bulan dari mereka yang tidak bekerja, sementara pekerja paruh waktu memesan rata-rata lima makanan yang dibawa pulang per bulan, demikian hasil dari survei tersebut.

“Kita semua menyukai makanan cepat saji baik sekarang maupun nanti, dan itu benar-benar nyaman, ketika bisa mendapatkan makanan yang diantarkan langsung ke sofa setelah hari yang sibuk. Tapi dengan data kami menunjukkan orang dewasa muda, mengonsumsi makanan cepat saji jauh lebih teratur dari generasi yang lebih tua, sangat penting menyebarkan pesan bahwa makanan cepat saji baiknya harus dinikmati secukupnya,” ujar Direktur Medis di Aviva UK Health, Dr Doug Wright.

Makanan yang banyak disukai orang dari segala usia ini ternyata mengandung jumlah kalori yang tinggi. Dalam sekali makan saja bisa mengonsumsi garam, gula, dan lemak berlebihan. Meski begitu, 89 persen dari mereka yang diwawancarai setuju bahwa perlunya menjaga kesehatan untuk membantu mengurangi timbulnya berbagai penyakit.

2 dari 3 halaman

Selain makanan cepat saji, milenial mengonsumsi camilan

Tidak hanya makanan cepat saji, generasi milenial ini ternyata mengonsumsi camilan. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang menjadikan generasi milenial sebagai pasar utama dengan menghasilkan produk ‘sehat’ rendah gula, rendah lemak, kalori, dan lain sebagainya.

Seperti dilansir dari laman Daily Meal, Welch’s Global Ingredients Group yang mengadakan survei dengan Surveygoo menemukan bahwa 92 persen generasi milenial lebih memilih camilan ketimbang sarapan pagi. Selain itu juga, makan siang atau makan malam untuk disantap setidaknya satu kali seminggu.

Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa kecenderungan ini timbul akibat kesibukan yang dimiliki oleh generasi milenial. Sebanyak 39 persen responden mengatakan mereka tidak punya waktu untuk sekadar duduk dan menikmati santapan di depan mata dan 17 persen lain mengaku tidak sempat untuk memasak makanan sendiri.

Menurut sebuah penelitian oleh Mintel yang dimuat oleh Forbes, ditemukan bahwa generasi milenial tidak sembarangan dalam memilih camilan. Mereka cenderung memilih camilan yang bersih, organik, dan alami.

3 dari 3 halaman

Unsur Phthalates Serang Milenial

Menyantap makanan di luar rumah dapat meningkatkan paparan bahan kimia terhadap tubuh manusia yang berpotensi merusak hormon. Bagi yang menyantapnya, sekitar 35 persen lebih tinggi terkena risiko tersebut dibandingkan yang tidak makan menu rumahan.

Para peneliti juga menemukan, hubungan itu sangat kuat terjadi pada remaja yang sering makan di gerai makanan cepat saji. Mereka memiliki tingkat bahaya terkena bahan kimia 55 persen lebih tinggi daripada remaja yang makan di rumah.

Temuan itu berkaitan para peneliti menyelidiki kadar phthalates dalam tubuh manusia, yang dikaitkan dengan penyakit asma, kanker payudara, diabetes tipe 2, dan masalah kesuburan dalam beberapa tahun terakhir.

Phthalates adalah agen pengikat yang sering digunakan dalam kemasan makanan serta sejumlah produk lain termasuk lantai, sabun perekat, dan shampo, dan beberapa bentuk bahan kimia yang telah dilarang dari produk anak-anak di AS.

Peneliti Dr Ami Zota, dari George Washington University, di Washington DC, mengatakan, penelitian ini menunjukkan makanan yang disiapkan di rumah cenderung tidak mengandung kadar phthalates yang tinggi, bahan kimia yang terkait dengan masalah kesuburan, komplikasi kehamilan dan masalah kesehatan lainnya.

“Temuan kami menunjukkan bahwa makan di luar mungkin merupakan sumber penting. Sebelumnya (ini) tidak diperhatikan berkaitan paparan phthalates untuk masyarakat AS,” katanya, dikutip dari The Guardian.

Peneliti Dr Julia Varshavsky dari University of California di Berkeley, mengatakan, wanita hamil, anak-anak dan remaja lebih rentan terhadap efek racun bahan kimia yang mengganggu hormon.

Sumber: wormtraders.com