Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani bercerita sejarah dipilihnya tanggal 14 Juli sebagai Hari Pajak. Ia menyampaikan hal itu dalam sambutannya menjadi pembina upacara dalam apel peringatan Hari Pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Sabtu (14/7/2018).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, para pendiri bangsa sangat menyadari pentingnya pajak sebagai tulang punggung bangsa.Â
Hal tersebut tampak dalam dimasukkannya pengaturan instrumen pajak dalam rancangan UUD 1945 yang diusulkan oleh BPUPKI pada 14 Juli 1945.
Advertisement
Baca Juga
"Sehingga, 14 Juli diperingati sebagai Hari Pajak, sebagai tonggak untuk memelihara, menjaga, dan melaksanakan tugas konstitusional," kata dia di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).
Pentingnya pajak dalam pemikiran para pendiri negara inilah yang menurut Sri Mulyani harus ditanamkan oleh segenap petugas pengumpul pajak untuk menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab.
"Jajaran DJP harus memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh wajib pajak. Pelayanan kepada wajib pajak tetap harus diberikan dengan kualitas pelayanan yang terbaik dengan mengedepankan azaz keadilan, kepastian dan tidak memberikan pelayanan yang menyalahi aturan," ujar dia.
Jika kesadaran ini dipegang sungguh oleh para petugas, proses pengumpulan pajak akan terus menjadi lebih baik dari waktu ke waktu sehingga fungsi pajak sebagai tulang punggung perekonomian dapat terwujud.
"Memastikan bahwa seluruh upaya yang dilakukan melalui intrumen perpajakan dapat digunakan untuk menjaga dan mendorong ekonomi nasional dan menjadi instrumen mencapai tujuan pembangunan," ujar dia.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Sri Mulyani Minta Pegawai Pajak Lebih Kerja Keras
Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati memperingati hari pajak dengan menjadi pembina upacara di lapangan kantor pusat Direktorat Jendral Pajak, Jakarta pada Sabtu 14 Juli 2018.
Sri Mulyani meminta kepada para pegawai pajak untuk juga mengikuti kondisi perekonomian terkini baik dari dalam negeri dan luar negeri. Karena penerimaan pajak sangat dipengaruhi oleh sentimen-sentimen tersebut.
Seperti dicontohkan adanya kebijakan normalisasi yang berasal dari Amerika Serikat (AS). Membaiknya ekonomi AS menjadikan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang menjadi penuh tantangan.
"Kalau pertumbuhan ekonomi kita terganggu tentu akan mempengaruhi penerimaan pajak negara. Maka dari itu menghadapi kebijakan negara besar yang berimbas ke Indonesia, untuk itu tugas kita memungut pajak semakin kerja keras dalam rangka menjaga penerimaan negara," kata Sri Mulyani di Kantor DJP.
Salah satu yang harus dimaksimalkan dalam menjaga penerimaan pajak ini, menurut Sri Mulyani, dengan memanfaatkan teknologi.
Selain sistem perpajakan lebih tertata, dengan teknologi juga bisa mempermudah wajib pajak dalam melaporkan pajaknya, sehingga mampu meningkatkan kepatuhan pajak.
Mengenai penerimaan pajak, Sri Mulyani mengaku hingga Semester I 2018, mencapai Rp 581,54 triliun. "Realisasi pajak, penerimaan pajak sudah capai 44,5 persen total oenerimaan pajak (Rp 1.424 triliun)," ujar dia.
Capaian penerimaan pajak ini tumbuh 13,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.‎
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement