Sukses

Bank Dunia: Pendidikan Perempuan Dapat Cegah Pernikahan Dini dan KDRT

Selain lebih sejahtera, perempuan terdidik bisa menumpas pernikahan dini dan mengurangi risiko KDRT.

Liputan6.com, Jakarta - Pernikahan dini masih marak di beberapa daerah Indonesia. Terakhir, sepasang anak berusia 14 dan 15 tahun yang menikah di Kalimatan Selatan (Kalsel).

Pada waktu yang hampir bersamaan, belakangan ini Bank Dunia merilis sebuah laporan bahwa pendidikan perempuan bisa cegah pernikahan dini. Ditemukan, selain memberi keuntungan finansial, pendidikan pada perempuan dapat melawan pernikahan dini dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Menurut Bank Dunia, anak gadis yang tidak menyelesaikan pendidikan 12 tahun mengakibatkan kemungkinan terjadinya pernikahan dini dan mengandung sebelum usia 18 tahun.

"Menyediakan Pendidikan sekunder (sekolah menengah) secara universal untuk anak perempuan dapat efektif menumpas pernikahan dini (memasuki pernikahan sebelum umur 18 tahun), dan hasilnya mengurangi risiko perempuan mengandung anak terlalu secara dini (memiliki anak pertama sebelum umur 18 tahun)," tulis Bank Dunia.

Pendidikan sekunder pada perempuan juga memberikan kesiapan mental untuk mengurangi risiko kekerasan dari pasangan.

"Pendidikan tersebut meningkatkan keadaan mental mereka untuk mengurangi risiko kekerasan pasangan," tulis laporan itu. Turut disebutkan, pendidikan bisa menambah pemahaman perempuan tentang HIV/AIDS dan perawatan kesehatan.

Selain itu, tentunya pendidikan perempuan memiliki efek finansial yang positif karena faktor upah yang lebih baik, standar hidup meningkat, serta memperoleh pengetahuan mengenai kesehatan diri sendiri dan anak mereka kelak.

Sebaliknya, disebutkan bahwa tidak mendidik perempuan dapat memberikan kerugian pada negara antara USD 15 triliun sampai USD 30 triliun, karena hilangnya kesempatan untuk mendayakan perempuan dalam memperkuat ekonomi.

 

2 dari 2 halaman

Ekonom UNDP: Pendidikan Buruk Bisa Jadi Lingkaran Setan bagi Pembangunan

 Jumlah penduduk Indonesia yang besar dinilai memiliki potensi untuk berkontribusi pembangunan negara. Namun, bonus demografi dapat jadi masalah apabila tidak dibarengi dengan pendidikan berkualitas dan setara.

Bila aspek itu tidak diperhatikan, dikhawatirkan akan terbentuk vicious circle (lingkaran setan) dalam pembangunan.

Koneksi antara pendidikan, lingkaran setan, dan pembangunan, diungkapkan Daim Syukriyah, Country Economist dari United Nations Development Programme (UNDP) kepada Liputan6.com di acara Indonesia Development Forum (IDF) di Jakarta, Rabu, 11 Juli 2018.

"Pendidikan di Indonesia masih perlu jadi prioritas. Dulu pada 2012, PISA Indonesia peringkat terakhir. Kemudian 2015 itu improve, tapi masih di bottom rank (peringkat bawah). Itu menujukkan education quality (kualitas pendidikan) masih perlu ditingkatkan," jelas dia.

Alumna Universitas Manchester tersebut turut menjelaskan bahwa ketidaksetaraan pendidikan antardaerah juga terjadi. Hal ini perlu mendapat sorotan sebab manusia adalah sumber terbesar dalam pembangunan.

"Sumber paling besar pembangunan kan manusia. Jadi kita harus memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia," jelas dia.

"Bila tidak, nantinya ketika anak itu dewasa dan terjun di lapangan kerja, maka ia tak akan mampu bersaing dengan yang lain, atau skill dalam melakukan dan mencari pekerjaannya rendah. Artinya, bila tidak segera di-address, istilahnya akan menjadi vicious cycle (lingkaran setan) bagi pembangunan," ungkap Daim.

Selain itu, ia berpandangan bahwa infrastruktur pendidikan juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas guru dan tidak semata terpaku pada insentif (tunjangan) dan sistem sertifikasi.

"Lebih ke pembekalan untuk gurunya. Kualitas (guru) jangan dinomorduakan," jelasnya.

Â