Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar diskusi bersama dengan para asosiasi peternak dan juga stakeholder terkait untuk membahas kenaikan harga telur. harga telur terus melambung dalam beberapa pekan terakhir.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita menjelaskan, kenaikan harga komoditas telur bukan disebabkan produktifitas unggas yang turun. Ketut menekankan, produksi telur justru surplus untuk periode bulan Mei dan juga Juni 2018 ini.
Advertisement
Baca Juga
"Produksi telur bulan Januari-Mei 2018 sebanyak 733.421 ton, sedangkan kebutuhan pada periode tersebut hanya 733.421 ton. Ini artinya ada surplus sebanyak 10.913 ton," tuturnya kepada Liputan6.com, Senin (16/7/2018).
Ketut juga menambahkan produksi telur pada bulan Juni 2018 sebesar 153.450 ton, sedangkan kebutuhannya mencapai 151.166 ton. Oleh karena itu, lanjut dia, produksi telur pada bulan Juni juga surplus sebesar 2.284 ton.
"Kesimpulanya, tidak ada kekurangan produksi telur hingga Juni 2018," kata dia.
Ketut mengatakan, kenaikan harga komoditas telur disebabkan oleh lonjakan kebutuhan telur nasional dan meningkatnya permintaan telur pasca libur panjang.
"Terjadi lonjakan kebutuhan telur nasional ini karena Program Kementerian Sosial tentang Bantuan Pemerintah Non Tunai (BPNT) dalam bentuk 1 kg telur per keluarga miskin serta bersamaan Pemerintah DKI Jakarta juga memberikan bantuan berupa telur bagi warga DKI dengan menggunakan KJP," ujarnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kerja Sama
Untuk bantuan tersebut, kata Ketut, Pemda DKI menandatangani kerjasama dengan Pemda Blitar untuk memasok telur ke DKI Jakarta.
"Akibat kedua Program tersebut pasokan telur dari sentra produksi telur seperti dari peternak Blitar ke Jabodetabek yang semula 1 rit, saat ini bisa 3-4 rit, ini baru dari 1 peternak," tutur dia.
Ketut juga menambahkan bagusnya harga daging pada saat lebaran membuat banyak peternak melakukan afkir dini ayam petelur atau layer untuk kemudian hanya dijual dagingnya.
"Kenaikan demand usai libur panjang dan pelarangan antibiotik growth promoter (AGP) juga membuat telur kita zero dari residu antibiotik sehingga harganya jadi mahal. Ini sebab lainnya," ungkapnya.
Sebagai solusi, Ketut berujar bahwa pemerintah akan segera melakukan penghitungan ulang Prognosa Kebutuhan telur dan ayam ras. Ia juga mengatakan pemerintah akan mengkaji kembali harga acuan telur dan ayam ras tingkat produsen dan konsumen, berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan.
"Sesuai hasil rapat dengan Integrator hari ini, Ketua Pinsar Singgih Janu Ratmoko mengupayakan harga segera stabil dalam minggu ini," tandas dia.
Advertisement