Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio adalah sebesar 0,389 pada Maret 2018. Gini ratio ini juga merupakan tingkat ketimpangan antara penduduk miskin dan kaya.
Kepala BPS, Suharyanto menyebutkan, angka tersebut menurun sebesar 0,002 poin jika dibandingkan dengan gini ratio September 2017 yang sebesar 0,391. Sementara itu, jika dibandingkan dengan gini ratio Maret 2017 yang sebesar 0,393 turun sebesar 0,004 poin.Â
"Gini ratio di daerah perkotaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,401, turun dibanding gini ratio September 2017 yang sebesar 0,404 dan gini ratio Maret 2017 yang sebesar 0,407," kata Suharyanto di kantornya, Senin (16/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, gini ratio di daerah pedesaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,324, naik sebesar 0,004 poin jika dibandingkan dengan gini ratio Maret 2017 dan September 2017 yang sebesar 0,320.Â
Suharyanto menjelaskan, pada Maret 2018, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,29 persen.
"Artinya pengeluaran penduduk berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,47 persen yang artinya berada pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk daerah pedesaan, angkanya tercatat sebesar 20,15 persen, yang berarti masuk dalam kategori ketimpangan rendah," ujar dia.
Dia merincikan, provinsi yang mempunyai nilai gini ratio tertinggi yaitu tercatat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,441. Sementara yang terendah tercatat di Bangka Belitung dengan gini ratio sebesar 0,281.
Dibanding dengan gini ratio nasional yang sebesar 0,389, terdapat delapan provinsi dengan angka gini ratio lebih tinggi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (0,441), Sulawesi Tenggara (0,409), Jawa Barat (0,407), Gorontalo (0,403), Sulawesi Selatan (0,397), Papua Barat (0,394), Sulawesi Utara (0,394), dan DKI Jakarta (0,394).
Â
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Jumlah Penduduk Miskin Terendah Sejak Krisis 1998
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen) pada Maret 2018. Angka tersebut berkurang 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen).
Kepala BPS, Suharyanto, menyebutkan angka tersebut paling rendah sejak krisis moneter yang dialami Indonesia pada 1998 silam.
"Ini pertama kali Indonesia mendapatkan tingkat angka kemiskinan satu digit, terendah sejak 1998, meski penurunan jumlah penduduknya tidak yang paling tinggi," kata Suharyanto di kantornya, Senin 16 Juli 2018.
Meski turun, Suharyanto menegaskan bahwa tugas pemerintah masih banyak sebab jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi.
"Maret 2018 ini adalah untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin di angka 1, biasanya dua digit, ini pertama kalinya terendah. Tapi menurut saya kita masih punya banyak PR, kebijakan harus tepat sasaran. Memang persentase paling rendah tapi jumlah (penduduk miskin) masih besar."
Suharyanto mengungkapkan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 7,26 persen, turun menjadi 7,02 persen pada Maret 2018. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 13,47 persen, turun menjadi 13,20 persen pada Maret 2018.
Selama periode September 2017-Maret 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun hingga 128,2 ribu orang (dari 10,27 juta orang pada September 2017 menjadi 10,14 juta orang pada Maret 2018). Sementara itu, di daerah perdesaan turun 505 ribu orang (dari 16,31 juta orang pada September 2017 menjadi 15,81 juta orang pada Maret 2018).
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement