Liputan6.com, Jakarta - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mampu memproduksi 18.893 metrik ton nikel dalam matte di triwulan kedua 2018. Produksi pada triwulan kedua 2018 lebih tinggi dibandingkan produksi di triwulan pertama 2018. Pencapaian itu cukup menggembirakan di saat sebagian besar aktivitas pemeliharaan perusahaan.
"Kami tetap optimistis dapat mencapai target produksi tahun 2018 sekitar 77.000 t." jelas Nico Kanter, CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia dalam keterangan tertulis, Senin (16/7/2018).Â
Advertisement
Baca Juga
Volume produksi di triwulan kedua 2018 sekitar 10 persen lebih tinggi dibandingkan volume produksi yang direalisasikan di triwulan pertama 2018.
Secara year-on-year, produksi di triwulan kedua 2018 sekitar 6 persen lebih rendah dibandingkan produksi di triwulan kedua 2017. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya penundaan beberapa aktivitas pemeliharaan yang direncanakan hingga April 2018 yang semula dijadwalkan selesai di Maret 2018.
Selain itu, produksi di semester pertama 2018 adalah 4 persen lebih rendah dibandingkan di semester pertama 2017 terutama disebabkan oleh tingkat kandungan nikel rata-rata yang lebih rendah di semester pertama 2018. Namun, tingkat kandungan nikel telah kembali sesuai rencana mulai bulan Juni 2018.
Kementerian ESDM Optimistis Pengusaha Tetap Bangun Smelter Nikel
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis pengusaha tetap membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) jenis nikel meski saat ini harganya menurun.
Hal itu seperti disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang‎ Gatot. Seperti diketahui, saat ini harga nikel berada di level USD 14 ribu per metrik ton. Harga nikel turun 3,4 persen menjadi USD 14.320 per metrik ton di bursa London Metal Exchange pada pekan lalu.Â
BACA JUGA
"Masih (masih meminati pembangunan smelter nikel)," kata Bambang, di Kantor Kementerian ESDM‎, Jakarta, Senin (30/4/2018).
Bambang menuturkan, optimisme itu dilatarbelakangi saat harga nikel di level US$ 11 ribu per metrik ton, tetapi investor tetap membangun smelter nikel. ‎"Kemarin yang USD 11 ribu masih pada bangun terus," tutur Bambang.
Advertisement