Sukses

Meningkat dalam 3 Tahun, Sri Mulyani Pastikan Hati-Hati Kelola Utang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, rasio utang diharapkan menjadi 27,87 persen-26,25 perse terhadap PDB pada 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah tetap akan terus berhati-hati dalam mengendalikan dan mengelola utang. Dia juga meyakini jika kondisi utang saat ini masih dalam kontrol pemerintah.

Sri Mulyani mengungkapkan, rasio utang terhadap PDB Indonesia memang cenderung naik dalam tiga tahun terakhir, sejalan dengan pilihan kebijakan belanja yang ekspansif.

Akan tetapi, lanjut dia, pemerintah akan tetap mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang bijaksana (prudent) dan terkendali (manageable) serta terus diupayakan menurun secara bertahap dalam jangka menengah.

"Rasio utang dalam jangka menengah diharapkan menjadi 27,87 persen-26,25 persen terhadap PDB pada 2022," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Dia mengungkapkan, rasio utang terhadap PDB Indonesia pada Mei 2018 sebesar 29,6 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan negara lain yang setara seperti Thailand yang sebesar 42 persen dan India 69 persen. 

Sri Mulyani memastikan, pengelolaan utang, baik dri sisi waktu penarikan utang, komposisi mata uang, jatuh tempo, jenis instrumen maupun pengendalian kas pemerintah akan terus dijaga untuk memastikan keberlanjutan pembangunan.

"Pemerintah juga terus menjaga level defisit dan level utang tetap terarah dan terukur. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah telah mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik, yang dapat dipertandingkan secara global," ujar dia.

Sebelumnya, Fraksi Partai Golkar menyatakan, jika tren peningkatan rasio utang terhadap PDB yang terjadi dalam 3 tahun terakhir menggambarkan kurang maksimalnya kemampuan belanja APBN dalam mengakselerasi pertumbuhan PDB dan meminta pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara.

 

2 dari 2 halaman

Utang Luar Negeri RI hingga Mei 2018

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh melambat pada akhir Mei 2018. ULN Indonesia tercatat sebesar USD 358,6 miliar atau setara Rp 5.155,6 triliun (USD 1=Rp 14.377).

Utang ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD 182,5 miliar setara Rp 2.624 triliun dan utang swasta termasuk BUMN sebesar USD 176,1 miliar setara Rp 2.532 triliun pada akhir Mei 2018.

Adapun ULN Indonesia tumbuh 6,8 persen (yoy) pada akhir Mei 2018, melambat dibandingkan dengan 7,8 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan ini terjadi baik pada ULN sektor pemerintah maupun ULN sektor swasta.

"ULN pemerintah tumbuh melambat dipengaruhi pelepasan SBN domestik oleh investor asing sejalan dengan perkembangan likuiditas global," demikian penjelasan tertulis Bank Indonesia (BI), Senin (16/7/2018).

Posisi ULN Pemerintah pada Mei 2018 turun dibandingkan dengan posisi akhir April 2018. Ini karena adanya net pelunasan pinjaman dan berlanjutnya aksi pelepasan SBN domestik oleh investor asing.

"Kepemilikan SBN domestik oleh investor asing turun hingga USD 1,1 miliar selama Mei 2018, sebagai antisipasi atas rencana Federal Reserve yang menaikkan tingkat suku bunga pada Juni 2018," menurut penjelasan BI.

Investor asing melepas sementara kepemilikan SBN domestik sambil memperhatikan perkembangan likuiditas global yang menuju pada keseimbangan baru. Hal itu menunjukkan investor asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik cenderung wait and see dalam menyikapi agenda kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve.

Dengan perkembangan tersebut, ULN Pemerintah pada Mei 2018 tumbuh melambat menjadi sebesar USD 179,3 miliar. ULN Pemerintah itu terbagi dalam SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) milik nonresiden sebesar USD 124,6 miliar dan pinjaman dari kreditur asing sebesar USD 54,7 miliar.

Adapun ULN swasta tumbuh melambat terutama dipengaruhi ULN sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, dan sektor pengadaan listrik, gas, dan uap/air panas (LGA). Secara tahunan, pertumbuhan ULN ketiga sektor tersebut pada Mei 2018 masing-masing sebesar 0,2 persen, 3,3 persen, dan 11,7 persen. Ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya.

Sementara itu, pertumbuhan ULN sektor jasa keuangan meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 72,4 persen, relatif sama dengan pangsa pada periode sebelumnya.

Perkembangan ULN Indonesia pada Mei 2018 tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Hal ini tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Mei 2018 yang tercatat stabil di kisaran 34 persen.

Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers. Berdasarkan jangka waktu, struktur ULN Indonesia pada akhir Mei 2018 tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,3 persen dari total ULN.

"Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah terus memantau perkembangan ULN dari waktu ke waktu untuk mengoptimalkan peran ULN dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," mengutip keterangan BI.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â