Liputan6.com, Jakarta Pembentukan induk usaha (holding) BUMN Minyak ‎dan Gas Bumi (Migas) membawa dampak postif. Salah satunya menciptakan efisiensi sebesar Rp 8 triliun dalam 5 tahun.
Deputi Bidang Pertambangan Strategis, Industri dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, pembentukan holding migas akan membuat pekerjaan pembangunan dan pengembangan infrastruktur gas lebih tertata, sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih infrastruktur milik masing-masing perusahaan.
"Rinciannya ada di kajian bersama apa saja dan potensinya. Ada beberapa hal yang bisa langsung menyambung (pipa)," kata dia di Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Advertisement
Fajar melanjutkan, tata kelola gas yang lebih baik akan menciptakan efisiensi, meski membutuhkan waktu. Seperti holding migas di Indonesia yang diprediksi menciptakan penghematan hingga Rp 8 triliun dalam 5 tahun.
Fajar mengungkapkan, sebelum adanya integrasi infrastruktur PGN dan Pertagas baik yang sudah beroperasi dan terencana mengakibatkan pengelolaan gas tidak efisien, khususnya di wilayah Jawa Bagian Barat yang menjadi pusat kebutuhan gas terbesar di Indonesia.
Adapun infrastruktur yang tidak efisien antara lain, ‎fungsi pipa distribusi backbone PGN di Jawa Barat yang seharusnya bisa diintegrasikan dengan pipa transmisi Cilamaya- Cilegon milik Pertagas.
"Ada beberapa hal yang saat awal itu ada dua pipa yang lalukan bisnis serupa di jalur yang sama. Ini jadi persaingan yang kurang sehat,"Â dia menandaskan.
Integrasi PGN dan Pertagas Buat Tata Kelola Gas Makin Efisien
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan, proses pembentukan holding BUMN Minyak dan Gas Bumi (Migas) menunjukan kemajuan, setelah PT Pertamina Gas (Pertagas) diintegrasikan dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN).
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Hari Sampurno mengatakan, integrasi Pertagas dengan PGN akan membuat tata kelola gas bumi di Indonesia lebih efisien, sehingga dapat mendorong perekonomian dan ketahanan energi.
"Manfaat integrasi bisnis gas ini bisa jadi pendorong efisiensi di bidang perekonomian dan utilisasi ketahanan energi nasional," kata Fajar, saat rapat denggan Komisi VI DPR, Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Baca Juga
Fajar mengungkapkan, sebelum ada integrasi infrastruktur PGN dan Pertagas baik yang sudah beroperasi  dan terencana mengakibatkan pengelolaan gas tidak efisien, khususnya di Jawa Bagian Barat yang menjadi pusat kebutuhan gas terbesar di Indonesia.
Adapun infrastruktur yang tidak efisien adalah, ‎fungsi pipa distribusi tulang punggung PGN di Jawa Barat seharusnya bisa diintegrasikan dengan pipa transmisi Cilamaya- Cilegon milik Pertagas.Â
"Ada beberapa hal yang saat awal itu ada dua pipa yang lalukan bisnis serupa di jalur yang sama. Ini jadi persaingan yang kurang sehat," tutur dia.
Fajar menuturkan, setelah ada integrasi, pembangunan infrastruktur tidak tumpang tindih untuk pasokan gas ke konsumen akhir, sehingga terjadi efektifitas dan efisiensi ‎distribusi gas dan pemanfaatan infrastruktur menjadi lebih optimal.
"Dengan pembangunan infrastruktur yang tidak tumpang tindih jadi bisa lebih bermanfaat," kata dia.
Â
Advertisement