Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha rokok elektrik atau vape berencana menaikkan harga vape sebesar 5 sampai 10 persen mulai 1 Oktober 2018. Hal ini sebagai respons atas kebijakan pemerintah memberlakukan tarif cukai sebesar 57 persen terhadap produk vape.
Advertisement
Ketua Asosiasi Pengusaha e-Liquid Mikro (APeM), Deni menjelaskan, rencana kenaikan harga vape ini juga untuk menjaga keberlangsungan usaha produsen.
"Produsen mensiasatinya dengan mengurangi beberapa cost-cost pengeluaran. Sehingga nanti di konsumen itu naiknya hanya sekitar 5-10 persen," ujar Deni saat ditemui di Gedung Ditjen Bea Cukai, Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Meskipun harus melakukan penghematan pada operasional untuk menjaga laba, pengusaha tetap bersyukur pemerintah melegalkan industri vape di Indonesia. Sebab, industri tersebut mendapat kepastian hukum dalam menjalankan usahanya.
"Kalau kita menanggapinya dengan sangat positif ya karena akhirnya vape itu diakui oleh negara, sehingga kita mendapatkan kepastian hukum untuk berusaha," jelas Deni.
Pemberian legalitas dari pemerintah juga membuka peluang bagi pengusaha untuk mengembangkan ekspor hingga ke luar negeri. Mengingat produk vape milik Indonesia cukup diminati negara asing.
"Pertama jangan dilihat angkanya dulu karena titik beratnya sebenarnya ada di legalitas. Karena potensinya itu kemana mana dari potensi penjualan, potensi ekspor impor. Legalitas itu menyebabkan kita baik produsen, maupun para pengguna mendapatkan kesamarataan, mendapatkan pengakuan dari masyarakat," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Pendapatan negara
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai telah memberikan izin resmi kepada produsen rokok elektrik atau vape untuk menjalankan usahanya di dalam negeri. Pemberian izin ini ditandai dengan pengenaan pita cukai pada produk vape.
Pelaksana Tugas Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Noegroho Wahjoe Widodo, mengatakan sebanyak 150 hingga 200 produsen rokok elektrik atau vape akan terdaftar dan mengenakan pita cukai per 1 Oktober mendatang. Adanya pemberian izin secara legal ini memberi potensi pendapatan ke negara hingga Rp 70 miliar.
"Sebenarnya tujuan utama bukan penerimaan, tapi dengan pengaturan itu akan ada berdampak pada penerimaan sampai akhir tahun sekitar Rp 50 miliar sampai Rp 70 miliar pada kas negara," ujar Noegroho di Kantor DJBC, Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Noegroho mengatakan pengenaan cukai sebesar 57 persen mendapat respons positif dari pengusaha. "Mereka responsnya malah ingin cepat pesan pita. Sekarang sudah pesan pita dan akan cetakkan," jelasnya.
Noegroho mengatakan, produk vape yang sudah terlanjur dipasarkan sebelum 1 Oktober 2018 tidak akan dikenakan tarif cukai 57 persen. Namun setelah aturan ini berlaku efektif, maka semua produk vape wajib dikenai cukai 57 persen.
"Ini kan baru berjalan aturannya, masih ada produk yang kemarin belum kena cukai, ini masih oke. Jadi direlaksasi, sampai nanti 1 Oktober harus berpita cukai," jelasnya.
Melindungi konsumen
Aturan ini, menurut Noegroho, juga sebagai upaya negara untuk melindungi konsumen dan industri. Sebab, dengan memakai pita cukai maka produk sudah dinyatakan laik untuk dikonsumsi maupun diperdagangkan.
"Kalau (pada 1 Oktober 2018) tidak ada pita cukainya, pasti konsumen akan bertanya-tanya produk yang ini aman atau tidak," katanya.
"Ini tugas negara lindungi teman-teman yang legal. Tidak adil kalau satu dikenakan cukai yang lain tidak. Makanya tugas negara juga menjaga fairness dari bisnis ini juga," tandasnya.
Advertisement