Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat usai data pemerintah Amerika Serikat (AS) mengindikasikan kenaikan permintaan bensin dan sulingan minyak. Hal itu membayangi persediaan dan produksi minyak mentah AS yang mencapai 11 juta barel per hari untuk pertama kali.
Harga minyak Brent naik 74 sen ke posisi USD 72,90 per barel. Harga minyak Brent menguat satu persen. Harga minyak tersebut sempat sentuh level terendah USD 71,19 per barel, dan terendah sejak 17 April.
Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) bertambah 68 sen atau satu persen ke posisi USD 68,76 per barel.
Advertisement
Baca Juga
Persediaan minyak AS mengejutkan pasar. Persediaan minyak naik 5,8 juta barel pada pekan lalu sehingga sentuh 11 juta barel per hari untuk pertama kali. Hal itu seperti disampaikan the Energy Information Administration (EIA).
Data lainnya impor minyak AS naik 2,2 juta barel per hari pada pekan lalu. “Persediaan mingguan stok minyak AS semakin dipengaruhi oleh perdagangan internasional. Ini pasti terjadi dengan data minggu ini. Kami perkirakan impor dan penurunan ekspor. Perubahan keduanya melebihi harapan terutama pada impor,” ujar Presiden Direktur Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (19/7/2018).
Harga minyak mentah sempat melemah usai rilis data. Hingga akhirnya menguat lantaran penarikan lebih besar dari perkiraan dalam stok bensin.
Perang Dagang Ancam Permintaan Minyak
Persediaan bensin turun 3,2 juta barel. Sementara stok distilasi termasuk solar turun 371 ribu barel. Pasar minyak telah turun selama minggu terakhir lantaran Arab Saudi dan anggota lain masuk the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) serta Rusia meningkatkan produksi. Ditambah gangguan pasokan.
OPEC dan negara masuk non-OPEC telah membatasi produksi. Kini pemenuhan tersebut sudah menurun menjadi sekitar 120 persen pada Juni dari 147 persen pada Mei. Investor juga mulai khawatir tentang dampak permintaah energi akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya termasuk China.
BMI Research melaporkan ketegangan perdagangan antara AS dan China dapat seret ekonomi global. “Prospek ekonomi positif tetapi sejumlah kendala muncul paling tidak dolar AS menguat, meningkatnya tekanan inflasi, dan pengetatan likuiditas. Perlambatan pertumbuhan perdagangan akan bebani permintaan minyak,” tulis BMI.
Presiden The Federal Reserve Kansas City Esther George mengatakan, ketidakpastian atas kebijakan perdagangan AS dapat perlambat ekonomi. Bahkan jika tarif yang dikenakan baru-baru ini terlalu kecil berdampak besar. “Kebijakan perdagangan adalah risiko kerugian signifikan terhadap prospek pertumbuhan ekonomi,” ujar George.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement