Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memiliki dua cara untuk mengurangi defisit keuangan PT Pertamina (Persero) akibat keputusan tidak dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar subsidi di saat harga minyak dunia meroket.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengakui, kebijakan pemerintah ‎terhadap Premium dan Solar bersubsidi akan berdampak pada kondisi keuangan Pertamina sebagai badan usaha yang ditugaskan untuk menyalurkan BBM.
Advertisement
Baca Juga
"Menurut pandangan kami Pertamina badan usaha untuk melayani masyarakat, bila tidak dinaikan akan difisit" kata Jonan saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Jonan mengungkapkan, cara untuk mengurangi defisit Pertamina atas kebijakan tidak dinaikannya harga Premium, pertama dengan mengkonversi keuntungan Pertamina dari kegiatan ‎hulu minyak dan gas bumi (migas). Yaitu dengan memberikan Blok Migas yang habis kontraknya ke Pertamina.
Dia mencontohkan seperti penugasan ke Pertamina untuk mengelola Blok Mahakam‎, dari produksi migas blok bekas Total tersebut Pertamina mendapat keuntungan yang bisa untuk menutupi defisit atas penjualan Premium.‎
"Pemerintah menugaskan Pertamina mengelola PHE ONWJ juga 10 blok kecil terminasi yang jatuh tempo ke Pertamina, sehingga tambahan sektor hulu bisa menutupi defist di distribusi," ucapnya.
Sedangkan untuk solar, menurut Jonan saat ini harga solar subsidi yang ditetapkan ‎sekitar Rp 5.150 per liter berbeda jauh dengan harga pasar, kondisi ini membuat subsidi yang ditetapkan Rp 500 per liter tidak cukup lagi untuk menutupi selisih harga.Â
Â
Tambah Subsidi
Pemerintah pun berencana men‎ambah subsidi solar untuk menutupi defisit tersebut sebesar Rp 1.500 per liter sehinga total subsidi solar menjadi Rp 2.000 per liter.
"Solar ini harganya jauh dari harga pasar, oleh karena itu pemerintah melalui UU APBN mengizinkan adanya penyesuaian subsidi naik turun,‎" ujarnya.Â
Jonan mengungkapkan, sumber tambahan subsidi berasal dari pendapatan negara sektor migas yang melebihi target akibat kenaikan harga minyak dunia.
Pendapatan negara dari sektor hulu migas ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 USD 11,9 miliar dengan asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) USD 48 per barel. Dengan realisasi ICP rata-rata sebesar USD 68 per barel maka pendapatan negara dari sektor migas 50 persen di atas target.‎
"Kita lihat ICP kita asumsi APBN USD 48 per barel, sata ini ICP tinggi kira-kira USD 68 sampai Juni ini ada tambahan pendapatn negara kira-kira 50 persen lebih ini bisa untuk subsidi solar," tandasnya.
Advertisement